Hukum dan Kriminal . 20/03/2025, 19:01 WIB
Penulis : Mihardi | Editor : Mihardi
fin.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Kedua tersangka terebut ialah Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT Petro Energy (PE) Jimmy Masrin dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta.
“KPK melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka dalam perkara LPEI pada hari ini yaitu JM dan SMD,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis 20 Maret 2025.
Asep menjelaskan, keduanya ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK Kelas I Jakarta Timur selama 20 hari ke depan. Penahanan dilakukan sejak Kamis 20 Maret hingga 8 April 2025.
Diketahui, KPK sebelumnya sudah lebih dulu menahan Direktur Utama PT PE Newin Nugroho. Dua tersangka lain yaitu Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan belum ditahan.
Teruntuk pemberian kredit oleh LPEI kepada PT PE, KPK menyebut negara mengalami kerugian sejumlah US$18.070.000 (Outstanding pokok KMKE 1 PT PE) dan Rp549.144.535.027 (Outstanding pokok KMKE 2 PT PE).
Adapun, KPK menduga telah terjadi benturan kepentingan (CoI) antara Direktur LPEI dengan Debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Direktur LPEI disebut memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.
PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlyingpencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
PT PE melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK), dan menggunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit.
Komisi antirasuah juga sedang menyelidiki pemberian fasilitas kredit kepada 10 debitur lainnya. Dari sana disebutkan ada potensi kerugian negara hingga mencapai Rp11,7 triliun.
(Ayu Novita)
PT.Portal Indonesia Media