Nasional . 18/05/2025, 15:49 WIB
Penulis : Aries Setianto | Editor : Aries Setianto
fin.co.id - Di tengah tekanan keuangan yang semakin menyesakkan, Garuda Indonesia kembali berada di persimpangan jalan. Maskapai kebanggaan nasional ini kini tengah menjalin komunikasi awal dengan Danantara, sebagai upaya mencari suntikan modal baru. Langkah ini menjadi sinyal bahwa Garuda tidak tinggal diam menghadapi tantangan besar yang terus membayangi operasionalnya.
Diskusi antara Garuda dan Danantara masih berada pada tahap awal. Menurut sumber yang mengetahui situasi ini, nilai pasti dari suntikan modal tersebut masih dalam pembahasan dan belum mengerucut pada keputusan final. Namun, urgensinya tak bisa dipungkiri maskapai pelat merah ini kembali mencatatkan kerugian pada tahun lalu, meski sempat menikmati lonjakan jumlah penumpang pasca-pandemi.
Masalah yang dihadapi Garuda tak sekadar soal pendapatan yang tak kunjung stabil. Lebih dalam dari itu, maskapai ini kini menanggung defisit modal yang sangat besar, mencapai lebih dari US$1,4 miliar. Situasi ini berdampak langsung pada kelangsungan armadanya: lebih dari 15 pesawat kini terpaksa dikandangkan karena kesulitan membayar biaya perawatan.
Kondisi ini tentu meresahkan para pemasok dan mitra bisnis. Beberapa di antaranya bahkan mulai memberlakukan kebijakan pembayaran lebih awal. Ini menandakan menurunnya kepercayaan terhadap kesehatan finansial Garuda Indonesia, dan menjadi tekanan tambahan yang mempersempit ruang gerak manajemen.
Di sisi lain, langkah pemerintah menyerahkan 65% saham Garuda kepada Danantara pada Maret lalu merupakan bagian dari strategi restrukturisasi BUMN. Transfer kepemilikan ini membuka peluang baru, namun juga menandai babak baru yang penuh tantangan.
Kini, beban untuk membawa Garuda keluar dari badai berada di pundak CEO baru, Wamildan Tsani Panjaitan. Ia tak hanya dituntut untuk mengelola krisis keuangan, tapi juga harus memulihkan kepercayaan pasar dan menjaga semangat para pegawai yang tetap berdiri di tengah terpaan masalah.
Garuda Indonesia bukan sekadar maskapai. Ia adalah simbol nasional, penghubung ribuan pulau, dan cermin dari wajah Indonesia di mata dunia. Maka, setiap upaya penyelamatan bukan hanya demi keberlangsungan bisnis, tapi juga demi menjaga martabat dan identitas bangsa.
Jika suntikan modal ini berhasil terwujud, maka itu bisa menjadi titik balik. Namun perjalanan menuju pemulihan tidak akan mudah. Garuda butuh lebih dari sekadar dana ia butuh strategi, transparansi, dan kepemimpinan yang berani mengambil keputusan besar.
Ke mana arah Garuda selanjutnya? Waktu yang akan menjawab. Tapi yang pasti, perjuangan menyelamatkan maskapai berusia 76 tahun ini baru saja dimulai.
PT.Portal Indonesia Media