Nasional . 01/10/2025, 16:50 WIB
Penulis : Mihardi | Editor : Mihardi
fin.co.id - Sejak diluncurkan pada Januari 2025, program Makan Bergizi Gratis (MBG) dilaporkan telah menyebabkan 6.517 kasus keracunan di berbagai wilayah Indonesia. Data ini disampaikan oleh Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Rabu, 1 Oktober 2025.
"Kalau dilihat dari sebaran kasus, maka kita lihat bahwa di wilayah I itu tercatat ada yang mengalami gangguan pencernaan sejumlah 1.307, wilayah II ini sudah bertambah tidak lagi 4.147 ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang, wilayah III ada 1.003 orang," jelas Dadan.
Wilayah I mencakup Pulau Sumatera, Wilayah II meliputi Pulau Jawa dan menjadi kawasan dengan jumlah kasus tertinggi, sedangkan Wilayah III terdiri dari daerah-daerah di Indonesia Timur.
Dadan melaporkan bahwa kasus keracunan terbaru baru saja terjadi pada malam sebelumnya. Salah satu insiden terjadi di Kadungora, di mana siswa dilaporkan mengalami gangguan pencernaan setelah meminum susu yang disertakan dalam paket MBG.
“Jadi yang terakhir kejadian kemarin di Pasar Rebo dan juga di Kadungora. Di Kadungora ini kejadian yang tak terduga karena sebetulnya SPPG memberikan makanan dua kali. Yang pertama masakan segar, kemudian karena mau ada renovasi ia memberikan makanan untuk hari ini,” kata Dadan.
“Salah satu makanan yang dibagikan adalah susu. Susunya langsung diminum dan yang susu kemudian menimbulkan gangguan pencernaan,” tambahnya.
Dia menilai, penyebab utama terjadinya kasus keracunan massal berasal dari pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh banyak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur penyedia MBG.
"Kita bisa identifikasi bahwa kejadian itu rata-rata karena SOP yang kita tetapkan tidak dipatuhi dengan seksama," ungkap Dadan.
Ia menyoroti berbagai aspek dalam pengelolaan makanan, termasuk pemilihan bahan baku, waktu pengolahan, dan durasi distribusi makanan. Dadan mengungkapkan, terdapat dapur yang melakukan pemasakan sejak pukul 9 pagi, namun distribusinya baru selesai lebih dari 6 jam kemudian, bahkan ada yang mencapai 12 jam, seperti yang terjadi di Bandung.
"Contohnya pemilihan bahan baku yang seharusnya H-2 kemudian ada yang membeli H-4, kemudian juga ada yang kita tetapkan processing masak sampai delivery tidak lebih dari 6 jam karena optimalnya di 4 jam seperti di Bandung itu ada yang masak dari jam 9 dan kemudian di delivery-nya ada yang sampai jam 12 ada yang 12 jam lebih," jelasnya.
Untuk mencegah kejadian serupa terulang, Dadan menyatakan bahwa SPPG yang terbukti melanggar SOP akan dikenakan sanksi tegas berupa penutupan sementara, tanpa batas waktu, hingga mereka benar-benar memperbaiki sistem dan menerapkan SOP secara menyeluruh.
"Jadi dari hal-hal seperti itu kemudian kita berikan tindakan bagi SPPG yang tidak mematuhi SOP dan juga menimbulkan kegaduhan kita tutup sementara, sampai semua proses yang dilakukan dan kemudian mereka juga harus mulai mitigasi," imbuhnya.
(Anisha Aprilia)
PT.Portal Indonesia Media