Viral . 15/10/2025, 14:25 WIB
Penulis : Sigit Nugroho | Editor : Sigit Nugroho
fin.co.id - Lembaga Bantuan Hukum Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama Se-Nusantara (LBH BEM PTNU Se-Nusantara) mengecam keras tayangan di stasiun televisi Trans7 yang dianggap melecehkan lembaga pesantren dan para kyai. Tayangan tersebut dinilai bukan sekadar kelalaian jurnalistik, melainkan mengandung dugaan kejahatan naratif yang terstruktur, dengan unsur kekerasan simbolik dan ujaran kebencian terselubung terhadap lembaga pendidikan Islam.
Ketua LBH BEM PTNU Se-Nusantara, Abdul Sahid, menilai framing dalam tayangan tersebut melanggar hukum positif dan etika penyiaran. Menurutnya, konten yang disajikan telah merendahkan nilai-nilai keagamaan serta mencemarkan nama baik pesantren sebagai institusi pendidikan Islam yang berakar kuat di masyarakat.
Abdul Sahid menegaskan, narasi yang dibangun dalam tayangan itu melanggar sejumlah ketentuan pidana, di antaranya:
yang secara tegas melarang penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. “Kami tidak melihat tayangan ini sebagai kesalahan redaksional semata. Ada indikasi niat jahat (mens rea) dalam penyusunan pesan yang sistematis membentuk opini negatif terhadap pesantren,” ujar Abdul Sahid dalam keterangan yang diterima fin.co.id, Rabu, 15 Oktober 2025.
LBH BEM PTNU menilai tayangan tersebut mencerminkan bentuk kekerasan epistemik. Artinya, media berperan merampas hak pesantren untuk mendefinisikan dirinya sendiri. Narasi yang disampaikan dianggap tidak memberi ruang bagi perspektif internal pesantren, melainkan menanamkan stigma yang menyesatkan publik.
Dalam tradisi pesantren, menghormati kyai merupakan disiplin batin yang meneguhkan hubungan antara ilmu dan adab. Sikap tawadhu‘ dan takzhim bukan bentuk fanatisme, melainkan kesadaran spiritual. Namun, dalam tayangan Xpose Uncensored Trans7, nilai luhur tersebut justru direduksi dan disalahartikan secara dangkal.
“Inilah luka epistemik yang paling dalam ketika adab dijadikan bahan tontonan dan kebijaksanaan pesantren diseret ke ruang sensasi,” lanjut Abdul Sahid.
LBH BEM PTNU menilai tindakan Trans7 bukan hanya merusak citra pesantren, tetapi juga menunjukkan sikap diskriminatif terhadap tradisi Islam Nusantara. Karena itu, lembaga mahasiswa ini mengajukan empat tuntutan resmi:
Menurut LBH BEM PTNU, langkah reflektif terhadap media bukan semata untuk menghukum, tetapi untuk memastikan ruang publik tetap menjadi wadah pencerdasan, bukan alat pembentukan stigma.
Pernyataan LBH BEM PTNU ini menegaskan pentingnya media dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial. Konten penyiaran seharusnya memperkuat pemahaman lintas budaya dan agama, bukan memperuncing perbedaan atau merendahkan kelompok tertentu.
Abdul Sahid menutup pernyataannya dengan ajakan agar seluruh media nasional kembali pada prinsip dasar jurnalisme: mencari kebenaran, menghormati nilai kemanusiaan, dan menegakkan keadilan sosial. (*)
PT.Portal Indonesia Media