Hukum dan Kriminal . 11/05/2025, 11:16 WIB
Penulis : Mihardi | Editor : Mihardi
fin.co.id - Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar diperiksa sebagai saksi mahkota dalam perkara suap vonis bebas Gregorius Ronald Tanur di Pengadilan Tipikor, Jakarta Rabu, 7 Mei 2025. Dalam pemeriksaan itu, Zarof Ricar membuka fakta baru. Apa itu?
Zarof Ricar mengakui pernah menerima Rp50 miliar dan Rp20 miliar dari Sugar Group telah mengkonfirmasi barang bukti berupa uang Rp915 miliar dan 51 kilogram emas merupakan tindak pidana suap.
Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, Ronald Loblobly mengatakan, terdapat meeting of minds antara Zarof Ricar sebagai perantara hakim agung penerima suap dengan Sugar Group selaku pemberi suap.
Sugar Group ingin perkara perdatanya menang melawan Marubeni ditingkat kasasi dan PK. Dengan begitu, Sugar Group dapat lolos dari kewajiban pembayaran ganti rugi Rp7 triliun kepada Marubeni Corporation.
“Dalam konteks ini sekaligus membuktikan (adanya) perintah kepada JPU agar melekatkan pasal gratifikasi dan bukan suap merupakan penyalahgunaan wewenang dan/atau merintangi penyidikan, sebagaimana yang telah dilaporkan Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi ke Jamwas Kejagung pada tanggal 28 April 2025,” kata Ronald Loblobly di Jakarta seperti dikutip dari harianterbit, Sabtu, 10 Mei 2025.
Dia mengatakan, ini merupakan bentuk kejahatan serius yang memiliki motif dan mens rea ingin “mengamankan” pemberi suap termasuk Sugar Group. Kemudian, sambungnya, melindungi hakim agung pemutus perkara.
"Sebagai pemangku jabatan yang dapat membuat putusan yang menjadi tujuan akhir pemberian uang tersebut. Tercatat nama-nama hakim agung yang memeriksa perkara kasasi dan PK antara lain Sunarto, Soltoni Mohdally, Syamsul Maarif, Dkk. Sekaligus diduga untuk kepentingan “menyandera” Ketua Mahkamah Agung RI, Sunarto yang menjadi hakim agung pemutus yang memenangkan Sugar Group dalam perkara perdata melawan Marubeni Corporation di tingkat kasasi dan PK. “Penyanderaan” itu diduga dimaksudkan agar Ketua Mahkamah Agung RI, Sunarto dapat “dikendalikan” untuk kepentingan mengamankan tuntutan perkara-perkara korupsi yang kontroversial agar tetap divonis bersalah. Kasus suap ini akan kami laporkan ke KPK pekan depan," katanya.
Menurut Ronald, Loblobly tidak dilekatnya pasal suap terkait barang bukti berupa uang Rp915 miliar dan 51 kilogram emas, merupakan strategi penyimpangan penegakan hukum, sekaligus modus untuk merintangi penyidikan (obstruction of justice).
Dikualifisir melanggar Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER–014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa jo pasal 3 huruf b, pasal 4 huruf d, pasal 7 ayat 1 huruf f Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER–014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa, pasal 2 huruf b Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2024, poin 15 pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 dan/atau Pasal 421 KUHP dan/atau Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk mensiasati agar dapat mengemplang utang Rp7 triliun dibangun dalil yang diduga palsu, pada pokoknya menyatakan utang itu hasil rekayasa bersama antara SG dengan MC, sebagaimana yang dituangkan dalam surat gugatan Gunawan Yusuf Dkk melalui PT. SI, PT. IP, PT. GPM, PT. IDE, dan PT. GPA menggugat MC Dkk melalui PN Kota Bumi dan PN. Gunung Sugih, teregister dalam perkara No. 12/Pdt.G/2006/PN/GS dan No. 04/Pdt.G/2006/PN.KB.
Namun pada ujung perkara, Gunawan Yusuf Dkk kalah telak, sebagaimana putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Dalam pertimbangannya majelis hakim menegaskan, tuduhan utang itu hasil rekayasa bersama antara Salim Group dengan Marubeni Corporation ternyata tidak mengadung unsur kebenaran.
Terbukti pinjaman kredit luar negeri itu sudah di laporkan kepada Bank Indonesia dan terlihat dalam Laporan Keuangan dari tahun 1993 (SIL) dan tahun 1996 (ILP) sampai dengan tahun 2001.
Adanya rekayasa justeru dibantah sendiri oleh Gunawan Yusuf melalui kuasa hukumnya berdasarkan bukti surat tertanggal 21 Februari 2003 yang pada pokoknya menyatakan ingin menyelesaikan kewajiban pembayaran utang dan bersedia melakukan pembahasan sehubungan dengan rencana pemangkasan sebagian hutang (haircut).
Ketidakbenaran tuduhan rekayasa diperkuat dengan bukti surat tertanggal 12 Maret 2003, yang pada pokoknya Gunawan Yusuf menawarkan untuk menyelesaikan kewajibannya dengan menerbitkan promissory note senilai usd 19 juta. Berdasarkan dua putusan kasasi tersebut, pada pokoknya SGC diputuskan tetap memiliki kewajiban pembayaran utang kepada MC sebesar Rp7 triliun.
PT.Portal Indonesia Media