Hukum dan Kriminal . 20/05/2025, 20:33 WIB
Penulis : Khanif Lutfi | Editor : Khanif Lutfi
fin.co.id - Komisi Yudisial (KY) diminta mengawasi jalannya persidangan terdakwa Ike Kusumawati, mantan karyawan sebuah bank yang diduga menawarkan produk deposito bodong, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Hal ini perlu dilakukan agar putusan Hakim dalam perkara tersebut memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat terutama terdakwa Ike Kusumawati dan keluarga.
Adapun para hakim yang bertugas dalam persidangan tersebut yakni Raden Ari Muladi sebagai ketua, sedangkan anggota hakim terdiri dari Samuel Ginting dan Jan Oktavianus.
Kuasa Hukum Ike Kusumawati, Erdi Surbakti mengatakan, agar tidak terjadi kriminalisasi dan menghukum orang yang tidak bersalah sebagaimana tuntutan Jaksa selama 3 tahun 6 bulan penjara, pihaknya meminta perlindungan hukum kepada Komisi Yudisial.
“Kami meminta Komisi Yudisial RI Supaya mengawasi para Hakim dan memeriksa bukti yang diajukan oleh terdakwa dalam Perkara No 157/Pid/B/2025/PN Jkt.Sel, demi terciptanya suatu keadilan,” jelas Erdi Surbakti dalam suratnya kepada Komisi Yudisial, Senin, 19 Mei 2025.
Menurut Erdi Surbakti, tim penasehat hukum menduga bahwa bukti-bukti dakwaan terhadap kliennya telah dipalsukan, sesuai fakta yang didapatkan oleh timnya.
Fakta pertama adalah adanya dugaan pemalsuan terkait bukti slip setoran Rp2 miliar di Bank Central Asia (BCA) Cabang Bidakara Jakarta Selatan dengan menambah berita transfer yaitu sebagai uang titipan dua bulan.
Kemudian, fakta kedua adalah surat pernyataan Raden Nuh tertanggal 5 April 2020, yang diduga dipalsukan untuk menguatkan pandangan bahwa seolah-olah Edy Syahputra, korban yang melaporkan Ike, memiliki hak sebesar Rp1,1 miliar dengan tanggal yang dimundurkan.
Padahal, Raden Nuh saat memberikan kesaksian di bawah sumpah untuk perkara tersebut telah menyangkal bahwa dirinya menulis surat yang dimaksud.
Erdi Surbakti menuturkan, jika dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum didasari bukti-bukti yang diduga palsu, maka perbuatan pidana yang dituduhkan kepada terdakwa tidak dapat dibuktikan dan tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya secara hukum.
“Ini merupakan sesuatu tindakan yang keji. Ini harus dilawan dengan sanksi yang setimpal, sehingga terdakwa sudah membuat laporan polisi tertanggal 19 April 2025 atas dugaan tindak pidana Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan surat,” katanya.
Selain itu, Erdi Surbakti mengutip Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 33 K/MIL/2009 yang menyatakan agar jangan sampai orang yang tidak bersalah menjadi terhukum.
PT.Portal Indonesia Media