fin.co.id - Industri perhotelan di Jakarta tengah berada di ambang krisis. Dalam sebuah survei terbaru yang dilakukan oleh Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) DKI Jakarta, terungkap bahwa hampir seluruh hotel di ibu kota tepatnya 96,7 persen mengalami penurunan tingkat hunian. Angka ini bukan sekadar statistik. Ia mencerminkan kondisi nyata yang sedang menekan pelaku usaha perhotelan dari berbagai sisi.
Ketua BPD PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, menegaskan bahwa situasi ini tidak bisa dianggap sepele. Pelaku usaha menghadapi tantangan berat: pendapatan anjlok, sementara biaya operasional terus meroket. Kombinasi ini menciptakan tekanan yang, jika tidak segera ditangani, berpotensi melumpuhkan industri perhotelan secara menyeluruh.
Salah satu beban terbesar datang dari kenaikan biaya utilitas dan kewajiban ketenagakerjaan. Tarif air PDAM melonjak hingga 71 persen, harga gas naik 20 persen, dan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun ini meningkat sebesar 9 persen. Dalam kondisi normal, peningkatan ini bisa diimbangi oleh pertumbuhan okupansi. Namun, dengan penurunan pengunjung yang signifikan, pengusaha tidak memiliki ruang gerak untuk bertahan tanpa mengambil langkah-langkah penghematan ekstrem.
Tak heran, sebanyak 70 persen pelaku usaha menyatakan bahwa mereka akan terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerja jika tidak ada intervensi kebijakan dari pemerintah. Rencana pemangkasan ini bukan hanya isapan jempol: 90 persen responden menyatakan akan memangkas pekerja harian, sementara 36,7 persen menyatakan siap memangkas staf tetap dalam kisaran 10 hingga 30 persen.
Apa yang disuarakan BPD PHRI ini sejatinya adalah alarm keras bagi semua pihak, terutama pemerintah. Dunia perhotelan bukan sekadar sektor jasa; ia juga menjadi penopang penting dalam ekosistem pariwisata dan lapangan kerja di ibu kota. Ketika hotel-hotel terpaksa mengurangi tenaga kerja, dampaknya akan merembet luas, dari kesejahteraan karyawan hingga lesunya sektor ekonomi lainnya yang bergantung pada pergerakan wisatawan.
Langkah-langkah penyelamatan perlu segera diambil. BPD PHRI secara tegas mendorong hadirnya kebijakan yang konkret dan mendukung pemulihan, seperti insentif fiskal, penyesuaian tarif utilitas, serta program promosi wisata yang mendorong peningkatan okupansi. Tanpa itu, bukan hanya hotel yang akan sepi tetapi juga harapan ribuan pekerja yang bergantung pada industri ini.
Situasi ini menjadi pengingat bahwa pemulihan sektor pariwisata tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri. Diperlukan sinergi antara pelaku usaha dan pemerintah agar denyut ekonomi Jakarta tetap hidup, dan BPD PHRI telah membuka pintu dialog untuk langkah nyata ke depan.