Politik . 14/08/2025, 18:57 WIB
Penulis : Sigit Nugroho | Editor : Sigit Nugroho
fin.co.id - Bupati Pati, Sudewo, kini berada di ujung tanduk. Ribuan warga menggelar aksi protes besar-besaran menuntut dirinya mundur dari jabatan. Tak hanya itu, proses pemakzulan pun sedang berjalan di DPRD Pati. Situasi ini menjadi sorotan nasional karena terkait kebijakan kontroversial soal kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) hingga 250 persen. Meski kebijakan itu akhirnya dibatalkan, amarah warga terlanjur memuncak.
Pada Rabu, 13 Agustus 2025, ribuan massa yang tergabung dalam gerakan 'Save Pati' tumpah ruah di Alun-Alun Pati. Mereka bersuara lantang menuntut Bupati Sudewo angkat kaki dari kursi jabatannya. Aksi ini merupakan lanjutan dari protes sebelumnya terkait kebijakan PBB-P2 yang dinilai memberatkan rakyat.
Sebelumnya, Bupati Sudewo sempat menantang warga dengan pernyataan keras. Ia mengaku tidak takut meskipun didemo puluhan ribu orang. Namun sikap tersebut justru menyulut kemarahan publik dan membuat gelombang demonstrasi makin besar. Keputusan pembatalan kebijakan PBB-P2 pun tak cukup meredam amarah warga.
Kondisi semakin panas ketika DPRD Pati mulai menggodok proses pemakzulan terhadap Bupati Sudewo. Langkah ini menjadi sinyal serius bahwa tuntutan masyarakat tidak bisa lagi dianggap angin lalu. Pemakzulan merupakan mekanisme konstitusional yang bisa ditempuh jika seorang kepala daerah dinilai melanggar hak rakyat atau melakukan kebijakan yang merugikan publik.
Menanggapi situasi tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menilai bahwa tuntutan warga agar Bupati mundur adalah hal wajar dalam sistem demokrasi. Namun, ia mengingatkan bahwa proses demokrasi harus dijalankan dengan baik.
"Tuntutan untuk mundur adalah sesuatu yang wajar bagi masyarakat, namun harus melewati sebuah proses demokrasi," ujar Dede Yusuf di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 14 Agustus 2025.
Dede menegaskan, seorang kepala daerah dapat diberhentikan dari jabatannya bila terbukti melanggar hak-hak konstitusional atau tersangkut kasus korupsi. Karena itu, menurutnya, sebaiknya masyarakat mengikuti proses hukum dan politik yang saat ini sedang berjalan di DPRD Pati.
Selain menyoroti kasus di Pati, Dede Yusuf juga menyinggung kebijakan pajak daerah secara lebih luas. Ia meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk segera mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kepala daerah agar tidak tergesa-gesa menaikkan pajak demi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Saya meminta kepada Kemendagri untuk melakukan surat edaran, perintah kepada daerah-daerah lain untuk tidak mengambil shortcut atau jalan pintas menaikkan pajak begitu saja hanya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah," ucap Dede.
Menurutnya, masih banyak cara lain yang bisa ditempuh tanpa membebani rakyat. Misalnya, dengan mengefektifkan peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), meningkatkan kolaborasi dengan swasta, hingga mendorong percepatan investasi di daerah.
Dede Yusuf juga mengingatkan pentingnya kebijakan pajak yang bijaksana, terutama dalam kondisi ekonomi yang sedang sulit. Menurutnya, menaikkan pajak secara sembarangan hanya akan memperburuk beban masyarakat.
"Dalam konteks ini memang sebetulnya tidak ada larangan untuk meningkatkan pajak, namun harus dilakukan secara berhati-hati sekali. Karena bagaimanapun juga pajak yang saat ini tentu dengan kondisi perekonomian yang sulit akan membebankan rakyat itu sendiri," tegasnya.
Dengan terus menguatnya aksi demonstrasi dan langkah DPRD yang sudah memulai proses pemakzulan, nasib Bupati Sudewo kini benar-benar dipertaruhkan. Terlepas dari sikap kerasnya, tekanan publik yang masif bisa menjadi faktor penentu apakah ia tetap bertahan atau harus mundur dari kursi Bupati Pati.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi kepala daerah di seluruh Indonesia. Kebijakan yang menyangkut hajat hidup rakyat tidak bisa diputuskan secara sepihak, apalagi dengan pendekatan yang dianggap arogan. Rakyat kini lebih kritis, berani bersuara, dan tidak segan menuntut perubahan.
Kasus Bupati Pati, Sudewo, mencerminkan dinamika demokrasi di tingkat lokal. Gelombang protes rakyat, sikap DPRD, serta peringatan dari DPR RI menunjukkan bahwa kekuasaan eksekutif tidak bisa berjalan tanpa kontrol publik. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, kebijakan pajak harus dirancang bijaksana, bukan sekadar mengejar angka PAD. Pada akhirnya, suara rakyatlah yang menjadi penentu arah kebijakan daerah. (Fajar Ilman)
PT.Portal Indonesia Media