Politik . 22/08/2025, 20:14 WIB
Penulis : Mihardi | Editor : Mihardi
fin.co.id - Isu tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali ramai diperbincangkan usai mencuatnya polemik tunjangan rumah senilai Rp50 juta per bulan untuk anggota DPR. Kebijakan tersebut menuai kritik lantaran dinilai tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat yang masih penuh tantangan.
Salah satu kritik datang dari Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus. Ia menilai, pernyataan Ketua DPR RI Puan Maharani lebih terlihat sebagai upaya sementara untuk menenangkan keresahan publik.
"Janji Ketua DPR untuk mendengarkan masukan publik terkait tunjangan rumah Rp50 juta kayaknya sih lebih untuk meredakan kritikan saja. Apalagi janji hanya untuk mendengarkan, tidak ada jaminan sama sekali apa yang didengar itu akan diperjuangkan. Ya kelihatan kalau janji itu memang sekedar meredam kritikan saja," ujar Lucius, Jumat, 22 Agustus 2025.
Lucius juga menyinggung sikap DPR yang terkesan tidak merasa ada kesalahan dalam pemberian tunjangan fantastis tersebut. Menurutnya, hal itu menunjukkan semakin lebarnya jarak antara DPR sebagai lembaga wakil rakyat dengan realitas keseharian masyarakat.
"Mereka justru berupaya membenarkan, merasionalisasi keputusan tunjangan perumahan yang dikritik publik itu. Ya jadi jelas bahwa janji mendengarkan kritikan itu tak dibarengi dengan kemauan untuk mengakui kebenaran dalam gelombang kritikan publik itu," tegasnya.
Lebih lanjut, Lucius menekankan bahwa besarnya tunjangan tersebut jauh dari rata-rata pendapatan rakyat. DPR, kata dia, seharusnya lebih peka agar tidak terlihat sebagai kelompok elite yang terpisah dari masyarakat.
"Wakil rakyat boleh mendapatkan gaji dan tunjangan, tetapi ya tak boleh berjarak ekstrem dari rakyat. Gaji dan tunjangan wakil rakyat harus merupakan cermin dari pendapatan rakyat secara umum. Kalau patokannya adalah pendapatan rakyat, maka kritikan publik soal tunjangan ini tak bisa dijawab DPR dengan pembenaran, tetapi permohonan maaf," jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan pihaknya terbuka untuk melakukan evaluasi atas kebijakan tunjangan rumah tersebut, seiring derasnya kritik dari masyarakat.
"Kalau kemudian ada hal-hal yang memang dianggap masih belum sempurna, masih terlalu berlebihan, tentu saja kami akan mengevaluasi hal tersebut," ujar Puan.
Ia juga menambahkan, angka Rp50 juta tersebut sudah dihitung berdasarkan kondisi harga sewa rumah di ibu kota.
"Itu sudah dikaji dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan kondisi ataupun harga yang ada di Jakarta karena kan kantornya ada di Jakarta. Namun apapun kami pimpinan DPR akan memperhatikan aspirasi dan apa yang disampaikan oleh masyarakat. Tolong selalu awasi kinerja dari kami di DPR," katanya.
(Fajar Ilman)
PT.Portal Indonesia Media