Politik . 24/09/2025, 13:29 WIB
Penulis : Mihardi | Editor : Mihardi
fin.co.id – Wacana mengenai kelanjutan kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka hingga dua periode mulai menyeruak, bahkan sebelum pemerintahan resmi berjalan genap satu tahun.
Wacana ini pun memantik kritik dari berbagai kalangan, salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago. Menurut Pangi, keterlibatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mendukung keberlanjutan kekuasaan pasangan Prabowo-Gibran tampak terlalu dini, dan memunculkan tanda tanya besar mengenai niat di balik dukungan tersebut.
"Belum genap satu tahun menjabat, sudah bicara soal dua periode. Ini terkesan prematur. Ketika rakyat sedang berjuang menghadapi tekanan ekonomi, justru elitenya bicara soal langgengnya kekuasaan," kata Pangi dalam keterangannyakeada wartawan, Rabu, 24 September 2025.
Pangi menilai, wacana tersebut memperlihatkan arah politik yang bukan lagi menyuarakan kepentingan rakyat, melainkan lebih pada upaya mempertahankan kekuasaan keluarga.
"Pertanyaannya, dukungan dua periode ini demi rakyat? Atau demi Gibran dan kelangsungan dinasti politik Jokowi?" tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyinggung inkonsistensi sikap Presiden Jokowi yang sebelumnya sempat menyatakan akan kembali menjadi rakyat biasa setelah masa jabatannya berakhir. Pernyataan tersebut, menurut Pangi, kontras dengan sikap politik Jokowi saat ini.
"Dulu ada pernyataan, ‘akan kembali ke Solo menjadi rakyat biasa’. Tapi hari ini justru masih aktif mengatur peta kekuasaan. Sulit menangkap konsistensi antara ucapan dan tindakan," ujarnya.
Pangi juga membandingkan gaya kepemimpinan Jokowi dengan para mantan presiden sebelumnya yang dinilainya lebih legowo dalam melepaskan jabatan. Ia menyebut nama-nama seperti Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, hingga SBY sebagai contoh figur yang memilih menepi setelah masa jabatan berakhir.
"Soekarno selesai tanpa gaduh. Soeharto tahu diri dan mundur tanpa cawe-cawe. Habibie tak mencalonkan lagi setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR. Megawati kalah sebagai incumbent, dan SBY pun menyudahi masa kekuasaan tanpa mendorong anaknya maju," papar Pangi.
Situasi makin kompleks ketika dalam pelantikan kabinet Prabowo-Gibran baru-baru ini, Wakil Presiden Gibran tak hadir di Istana Negara. Hal ini menurut Pangi menunjukkan ketidaksinergisan sejak dini antara presiden dan wakilnya.
"Kalau satu tahun saja sudah mulai terlihat tidak satu paket, bagaimana cerita dua periode ke depan? Apakah ini untuk bangsa dan negara, atau sekadar memperpanjang usia kekuasaan keluarga?" sindirnya.
Pangi menilai, rakyat mulai menangkap adanya fenomena politik yang disebutnya sebagai “sen kanan belok kiri” — kondisi di mana pernyataan elite tidak sejalan dengan tindakan sebenarnya.
"Fenomena ini nyata di mata rakyat. Sering kali ucapan elok, tapi realitasnya justru sebaliknya. Ini yang membuat kepercayaan publik tergerus," tutup Pangi.
PT.Portal Indonesia Media