Politik . 21/10/2025, 22:17 WIB
Penulis : Sigit Nugroho | Editor : Sigit Nugroho
fin.co.id - Setahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi sorotan publik setelah lembaga riset Center of Economics and Law Studies (Celios) merilis hasil evaluasi nasional. Dalam laporan bertajuk Evaluasi Kinerja Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran yang diterbitkan pada Senin, 20 Oktober 2025, Celios menilai capaian pemerintahan saat ini masih jauh dari janji kampanye.
Berdasarkan survei Celios, mayoritas masyarakat menilai pemerintahan Prabowo–Gibran belum menunjukkan hasil signifikan. Sebanyak 56 persen responden menyebut janji politik baru dijalankan sebagian kecil, sedangkan 43 persen merasa belum ada satu pun yang benar-benar terealisasi.
Celios juga memberikan penilaian terhadap beberapa tokoh dan institusi utama. Presiden Prabowo mendapat nilai 3 dari 10, sedangkan Wakil Presiden Gibran hanya memperoleh nilai 2. Lembaga keamanan seperti Polri dan TNI juga memperoleh skor rendah dalam evaluasi tersebut.
“Elektabilitas Prabowo turun 34 persen akibat ketidaksesuaian antara janji dan kebijakan,” tulis laporan Celios, dikutip pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Celios menyoroti kebijakan fiskal dan ekonomi nasional yang dinilai belum berpihak pada masyarakat kecil. Sebanyak 84 persen responden merasa pajak dan pungutan pemerintah semakin berat, sementara 53 persen menganggap bantuan ekonomi yang diberikan belum membantu kebutuhan harian.
Temuan ini menunjukkan adanya ketimpangan antara narasi pertumbuhan ekonomi dan realitas di lapangan. Celios menilai masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap arah kebijakan ekonomi pemerintah yang dianggap belum menyentuh akar permasalahan kesejahteraan rakyat.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai kinerja satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Ia menyoroti rendahnya penciptaan lapangan kerja, lemahnya partisipasi publik, dan belum meratanya keadilan sosial.
Menurut Achmad, sejumlah program unggulan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), pembangunan tiga juta rumah rakyat, dan target penciptaan 19 juta lapangan kerja masih jauh dari capaian. “Hingga akhir 2025, baru sekitar 2,9 juta lapangan kerja yang benar-benar tercipta melalui program prioritas nasional seperti Koperasi Desa Merah Putih dan Kampung Nelayan Merah Putih,” jelasnya.
Ia menambahkan, jika laju penciptaan kerja tidak berubah, butuh tiga periode pemerintahan untuk mencapai target 19 juta pekerjaan baru. Hal ini menjadi sinyal bahwa implementasi program masih terkendala kapasitas fiskal dan koordinasi antar-lembaga.
Achmad juga menyoroti paradoks dalam pemerintahan Prabowo–Gibran yang gencar mempercepat regulasi, namun justru menurunkan partisipasi publik. Ia mencontohkan percepatan revisi Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Sektor Keuangan (UUP2SK), Undang-Undang BUMN, serta pembentukan Undang-Undang Danantara dan BPI Danantara, lembaga pengelola aset negara yang menyerupai sovereign wealth fund.
“Transparency International menilai pembentukan BPI Danantara rawan konflik kepentingan dan korupsi karena minim akuntabilitas,” ujarnya. Menurutnya, pemerintah seharusnya membuka ruang lebih besar bagi masyarakat dan akademisi dalam proses perumusan kebijakan publik.
PT.Portal Indonesia Media