Politik . 29/10/2025, 19:45 WIB
Penulis : Sigit Nugroho | Editor : Sigit Nugroho
fin.co.id – Presiden Prabowo Subianto akhirnya buka suara menanggapi anggapan yang menyebut dirinya memimpin secara otoriter. Jauh dari citra kaku, Prabowo justru mengungkapkan rahasia introspeksinya yang tak terduga: menonton kritikan langsung dari siaran podcast rakyat.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa pemimpin yang baik harus selalu terbuka terhadap koreksi. Beliau bahkan mengaku sering menyimak kritikan dari publik, mencatatnya, dan menjadikannya bahan evaluasi pribadi.
"Pemimpin yang tidak mau dikoreksi, dia akan terjebak dalam kesalahan-kesalahan. Saya kalau malam-malam suka buka podcast-podcast, kadang-kadang dongkol juga ya, apa ini, tapi saya catat, oh, oke," kata Prabowo saat menyampaikan sambutan di Lapangan Bhayangkara, Rabu, 29 Oktober 2025.
Bukan hanya sekadar mendengar, Prabowo melakukan refleksi mendalam atas masukan tersebut. "Jangan takut dikoreksi. Jadi malam-malam saya buka, apa iya ya, apa memang saya otoriter, rasanya nggak sih," sambungnya, sembari melemparkan senyum khasnya.
Sikap keterbukaan ini menjadi pesan kunci bagi siapapun yang bercita-cita menjadi pemimpin publik di masa depan. Prabowo memahami betul bahwa kritik dan koreksi merupakan vitamin penting yang harus dikonsumsi seorang pemimpin agar tidak terjerumus dalam kesalahan yang sama.
Selain membahas isu otoriter, Ketua Umum Partai Gerindra ini juga membagikan ilmu kepemimpinan yang sangat berharga, terutama bagi generasi muda yang memiliki ambisi politik atau ingin menjadi presiden. Ilmu ini berkaitan dengan cara menghadapi hal paling pahit dalam kehidupan publik: fitnah dan kritik pedas.
Prabowo Subianto memberikan nasihat lugas: jangan takut difitnah!
"Saya kasih ilmu yang muda-muda yang ingin jadi presiden gue kasih ilmu jangan takut difitnah," ujar Prabowo.
Beliau kemudian menceritakan pengalamannya sendiri saat diterpa fitnah besar di masa lalu, yang sempat membuatnya merasa down atau terpuruk. Prabowo mencari nasihat dari gurunya, dan jawaban sang guru ini menjadi pegangan hidup yang ia terapkan hingga kini.
"Saya dulu punya guru waktu saya masih muda saya kena fitnah dua-tiga kali saya down, saya mengeluh ke guru saya. Jangan kecil hati, engkau difitnah berarti engkau diperhitungkan, engkau difitnah berarti engkau ditakuti," lanjutnya.
Pesan ini sangat relevan. Fitnah dan persaingan ketat dalam politik dan bisnis seringkali menandakan bahwa seseorang sudah berada di level yang patut diperhitungkan.
Prabowo Subianto melihat kritik, koreksi, dan bahkan persaingan sebagai hal yang wajar dan bahkan harus ada alam kehidupan seorang pemimpin. Ia mengakui sering membaca kritik tajam terhadap dirinya di berbagai media, dan ia menggunakannya sebagai bahan introspeksi untuk perbaikan kebijakan dan gaya kepemimpinan.
"Enggak apa-apa, bagus, tapi jadi presiden yang benar, jangan takut, dikoreksi," ucap Prabowo.
Ia menilai, persaingan sehat (bersaing bagus), kritik konstruktif (kritik harus), hingga koreksi detail (koreksi harus) adalah mekanisme kontrol sosial yang sangat dibutuhkan dalam sistem demokrasi modern.
Pemimpin yang anti-kritik akan cenderung membuat keputusan berdasarkan ego atau informasi yang terbatas, yang pada akhirnya akan merugikan rakyat. Oleh karena itu, bagi Prabowo, membuka diri terhadap berbagai sumber kritik—termasuk podcast yang sering dianggap nyleneh—adalah tindakan strategis.
PT.Portal Indonesia Media