Megapolitan . 25/02/2025, 14:02 WIB
Penulis : Khanif Lutfi | Editor : Khanif Lutfi
fin.co.id - Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandani Rahardjo Puro dilaporkan nenek berusia 70 tahun ke Divisi Propam Mabes Polri lantaran tak kunjung mengembalikan surat tanah miliknya.
Nenek Wiwi Sudarsih mendatangi Mabes Polri didamping pengacara Poltak Silitonga bersama ahli waris lainnya, dalam kasus penyerobotan tanah Brata Ruswanda dengan terlapor Nurhididayah, Bupati Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Djuhandani juga dilaporkan ke SPKT Bareskrim Polri atas dugaan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE dan Pasal 390 KUHP mengatur tentang tindak pidana menyebarkan berita bohong yang merugikan orang lain.
Djuhandani dilaporkan karena menyebut surat tanah pelapor Wiwik Sudarsih non identik alias palsu. Namun, laporan Wiwik di SPKT ditolak dengan alasan pernyataan Djuhandani dinilai penyidik tidak terdapat unsur pidana
Adapun laporan terhadap Brigjen Pol. Djuhandhani dan tiga anak buahnya di Divpropam Polri, sedang berproses. Djuhandani dilaporkan ke Propam Polri buntut dugaan penggelapan barang bukti milik pelapor Wiwik Sudarsih, ahli waris Brata Ruswanda.
Pelaporan Djuhandhani dan anak buahnya di Divpropam Polri teregister dengan nomor SPSP2/000646/II/2025/Bagyanduan tanggal 10 Februari 2025.
"Klien kami meminta surat itu agar dikembalikan karena sudah tidak percaya lagi terhadap penyidik. Surat asli milik klien kami ditahan tanpa dasar hukum yang jelas dan laporannya menggantung," ujar Poltak didampingi pelapor Wiwik Sudarsih dan ahli waris Brata Ruswanda lainnya, di Bareskrim Polri, Senin (24/2/2025).
Kepada wartawan Poltak membantah pernyataan Djuhandhani yang menyebut surat tanah milik kliennya tidak identik atau palsu. Ia menilai Djuhandhani telah menyebarkan hoaks kepada publik karena belum ada proses pengadilan yang menyatakan surat tanah kliennya palsu.
"Seharusnya seorang jenderal harus hati-hati berbicara. Yang berhal menyatakan palsu atau tidak sebuah dokumen adalah pengadilan," ujarnya.
Riwayat Persoalan
Poltak menjelaskan kasus pengambilan surat tanah miliki kliennya bermula ketika kliennya melaporkan mantan Bupati Kotawaringin Barat Nurhidayah terkait dugaan menguasai 10 hektare lahan milik Brata Ruswanda dengan menggunakan dokumen SK Gubernur 1974 yang diduga fiktif dan tidak pernah ada aslinya.
Pelaporan terhadap Nurhidayah, dilayangkan tahun 2018 dengan nomor LP/1228/X/2018/BARESKRIM dan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM.
Dalam proses itu, terang Poltak, penyidik kemudian meminta surat tanah kepada Wiwik Sudarsih yang merupakan anak pertama Brata Ruswanda, dengan dalih untuk mempercepat proses pengusutan kasus.
Padahal seharusnya, kata Poltak, surat tanah asli itu tidak perlu diberikan kepada penyidik namun cukup hanya ditunjukkan. Akan tetapi, ia menyebut kliennya saat itu terperdaya karena tidak didampingi pengacara.
"Akhirnya perkara itu tidak tuntas hingga tahun 2024. Surat berharganya juga tak dikembalikan hingga saat ini," tuturnya.
PT.Portal Indonesia Media