Nasional . 11/03/2025, 18:08 WIB
Penulis : Khanif Lutfi | Editor : Khanif Lutfi
fin.co.id - Untuk sukses, Gebrakan Besar Prabowo, seperti Danantara, 70.000 Koperasi Merah Putih, Makan Bergizi Gratis, Pertumbuhan Ekonomi 8 persen, memerlukan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik.
Tantangannya, menurut LSI Denny JA, tata kelola pemerintahan Indonesia kini masih buruk. Kita perlu berikan perhatian yang khusus pada tata kelola itu agar gebrakan besar Prabowo bisa berhasil.
Indeks Tata Kelola Pemerintahan (Good Governance Index – GGI) yang dikembangkan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara maju di Asia.
Berdasarkan data terbaru (Maret 2025), Indonesia memperoleh skor 53,17. Angka ini terpaut jauh di bawah Singapura (87,23), Jepang (84,11), dan Korea Selatan (79,44).
Good Governance Index (GGI) merupakan indeks yang dikembangkan oleh LSI Denny JA untuk mengukur kualitas tata kelola pemerintahan secara komprehensif. Indeks ini mengintegrasikan enam dimensi utama:
1. Efektivitas Pemerintahan (25%)
2. Pemberantasan Korupsi (20%)
3. Digitalisasi Pemerintahan (15%)
4. Demokrasi (15%)
5. Pembangunan Manusia (15%)
6. Keberlanjutan Lingkungan (10%)
Menurut Denny JA, pendiri LSI, GGI adalah alat ukur baru yang dirancang khusus untuk era digital dan AI dalam proses pemerintahan.
GGI menyatukan berbagai indeks global seperti Government Effectiveness Index, Corruption Perceptions Index, Democracy Index, Human Development Index, Environmental Performance Index, dan E-Government Development Index menjadi satu indeks terpadu.
"GGI dikembangkan agar dapat mencerminkan secara komprehensif kualitas pemerintahan suatu negara dalam menghadapi tantangan global seperti disrupsi digital, ancaman populisme politik, hingga perubahan iklim," jelas Denny JA.
Dalam riset tersebut juga terungkap berbagai hambatan utama yang menyebabkan rendahnya skor Indonesia. Di antaranya, kasus korupsi besar, yang mengakar panjang dalam politik oligarki.
Contoh terakhir adalah kasus Pertamina "Pertamax Oplosan" yang merugikan negara Rp 193,7 triliun. Juga dugaan korupsi pengelolaan 109 ton emas yang melibatkan pejabat PT Antam Tbk.
PT.Portal Indonesia Media