Nasional . 01/05/2025, 19:28 WIB
Penulis : Mihardi | Editor : Mihardi
fin.co.id - Yayasan Peduli Anak yang didirikan Chaim Joel Fetter membangun pusat kesejahteraan anak untuk 300 anak tetapi tanpa tempat tidur di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Jika bantuan mendesak tidak segera datang, lebih dari 150 anak rentan di Sumbawa, mungkin tidak punya pilihan selain tidur di lantai rumah baru mereka.
Pusat Kesejahteraan Anak Peduli Anak, proyek yang telah dikerjakan hampir lima tahun, kini 95 persen telah rampung. Ruang kelas sudah siap, para ibu asuh telah dilatih, dan dua belas rumah indah berdiri kokoh. Namun sayangnya, semua rumah itu belum dilengkapi perabotan. Tanpa ranjang susun dan perlengkapan penting lainnya, fasilitas ini masih belum siap digunakan sepenuhnya.
Awal bulan ini, Fetter menulis email secara pribadi kepada CEO IKEA Indonesia, Adrian Worth, serta kepada Electrolux Professional, untuk menyampaikan harapan akan kemungkinan dukungan. Electrolux merespons dengan positif atas permintaan peralatan dapur profesional, yang akan sangat membantu dalam menyiapkan makanan untuk anak-anak setiap hari. Sementara itu, dari CEO IKEA Indonesia, kami masih menantikan kabar lebih lanjut.
“Kami sangat menghargai kepedulian IKEA, khususnya saat mereka memberikan dukungan yang luar biasa setelah gempa Lombok tahun 2018,” kata Fetter dalam keterangannya.
“Dukungan itu sangat berarti bagi kami dan anak-anak di Lombok, dan kami percaya semangat tersebut tetap hidup hingga kini. Adapun untuk yang di Sumbawa ini ,kami berharap IKEA bisa memberikan harga dasar bagi kami untuk bisa membeli ranjang, lemari dan perabot lainnya yang dibutuhkan," terangnya.
Menurut Fetter ini bukan hanya tentang Sumbawa. Dia melihat Pusat Kesejahteraan Anak ini sebagai cetak biru berskala nasional. "Jika kami bisa membuktikan ini berhasil," ujarnya.
"Maka pendekatan ini bisa direplikasi oleh LSM, komunitas, bahkan pemerintah. Mungkin suatu hari nanti, tidak ada lagi anak Indonesia yang harus tidur di lantai, putus sekolah, atau mengalami kekerasan dan penelantaran," katanya.
Dengan peresmian yang tinggal beberapa bulan lagi, hanya satu dorongan terakhir memisahkan visi ini dan kenyataan. "Bangunannya sudah berdiri. Anak-anak sedang menanti," ungkap Fetter. "Yang kurang hanyalah satu tindakan kecil penuh kebaikan: tempat tidur untuk anak-anak," katanya.
Hampir 20 tahun lalu, Fetter adalah seorang pengusaha internet sukses di Belanda. Namun, satu momen mengubah segalanya. Saat bepergian melakukan perjalanan backpacking diLombok pada tahun 2004, ia bertemu Adi, seorang anak laki-laki bertelanjang kaki yang mengemis di lampu merah. Adi telah kehilangan kedua orang tuanya dan tinggal sendirian dibawah selembar terpal. "Saat itu hati ini seperti ditinju," kenang Fetter.
"Saya tidak bisa melupakannya saat pulang ke rumah. Apa artinya kesuksesan yang saya genggam kalau masih ada anak-anak seperti Adi yang menderita?" Sangat tergerak," pungkasnya.
Kemudian, Fetter kembali ke Belanda dan menjual perusahaannya serta kembali ke Indonesia. Bukan untuk cuti panjang, tetapi demi sebuah misi. Ia memeluk Islam, terinspirasi oleh kemurahan hati dan kehangatan orang-orang yang ditemuinya.
“Bahkan keluarga yang sangat miskin berbagi sedikit dari apa yang mereka miliki,” ujarnya.
“Masuk Islam rasanya seperti menemukan keluarga dan makna hidup yang lebih dalam.”
Namun, motivasi Fetter tidak semata-mata terinspirasi dari apa yang ia lihat, melainkan berakar dari pengalaman hidupnya sendiri. Setelah orang tuanya bercerai, ia ditempatkan di panti asuhan di Belanda saat berumur enam tahun.
“Saya tahu rasanya menjadi anak yang tidak dipedulikan siapa pun,” katanya. “Perasaan diabaikan itu tidak pernah benar-benar hilang. Saya masih sering mimpi buruk, memimpikan saat orang tua saya meninggalkan saya di sana, dan saya berlari mengejar mereka. Saya bertekad untuk membangun tempat dimana anak-anak bisa pulih, disayangi, dan merasa seperti di rumah.”
PT.Portal Indonesia Media