Megapolitan . 14/05/2025, 17:49 WIB
Penulis : Sigit Nugroho | Editor : Sigit Nugroho
fin.co.id - Tragedi demi tragedi kembali menimpa para pesepeda di Indonesia. Sejak awal 2025, tercatat sudah sembilan pesepeda kehilangan nyawa di jalan raya, mayoritas akibat tabrak lari. Salah satunya adalah Paidi (61), kakek bersepeda onthel yang tewas di Jalan Daendels, Kulonprogo, Yogyakarta pada 8 Mei 2025.
Data ini bukan sekadar angka. Menurut komunitas Bike to Work (B2W) Indonesia, ini adalah alarm keras bahwa keselamatan pesepeda masih sangat memprihatinkan.
Ketua Umum B2W Indonesia, Hendro Subroto, menyampaikan keprihatinannya. “Suara pesepeda sekeras apa pun tidak bisa mengembalikan nyawa yang hilang. Tapi kita bisa mencegah tragedi selanjutnya dengan edukasi dan penegakan hukum,” katanya.
Menurut B2W, langkah nyata yang bisa dilakukan adalah edukasi publik, penyediaan jalur sepeda yang aman, dan penegakan hukum bagi pelanggar—termasuk kendaraan bermotor yang masuk jalur sepeda atau parkir sembarangan.
Untuk meningkatkan keamanan di jalan, B2W telah menyusun panduan praktis bertajuk “Sepuluh Preventif.” Berikut poin-poin pentingnya:
Program ini disosialisasikan lewat kampanye “Bergerak Tak Berasap” di sekolah, instansi, dan desa-desa.
Indonesia tengah mendorong transisi menuju transportasi ramah lingkungan untuk mencapai Net Zero Emission 2060. Tapi masih banyak pesepeda yang belum merasakan perlindungan hukum yang layak.
Menurut Hendro, pelanggar lalu lintas yang menyebabkan kematian pesepeda harus ditindak tegas. Kendaraan bermotor yang masuk jalur sepeda atau berlaku agresif juga perlu dikenai sanksi berat.
Selain itu, para pesepeda juga diajak patuh aturan, seperti tidak melawan arus dan tetap memperhatikan keselamatan pengguna jalan lain.
Kasus tabrak lari di Kulonprogo yang menewaskan Paidi (61) menjadi contoh nyata lemahnya perlindungan bagi pesepeda. Hingga kini, pelaku masih dalam pengejaran pihak berwenang. Namun B2W Wilayah Yogyakarta telah memastikan keluarga korban menerima santunan dari Jasa Raharja.
“Kami apresiasi masyarakat dan komunitas yang ikut mendampingi keluarga korban. Tapi ini tak cukup. Kita butuh sistem yang menjamin rasa aman dan keadilan,” pungkas Hendro.
Keselamatan pesepeda bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga soal empati dan penegakan hukum. Sudah saatnya semua pihak—pengendara, aparat, dan pembuat kebijakan—bergerak bersama demi menciptakan ruang jalan yang lebih adil dan aman bagi semua. (*)
PT.Portal Indonesia Media