Ekonomi . 26/05/2025, 20:47 WIB
Penulis : Sigit Nugroho | Editor : Sigit Nugroho
fin.co.id - Mulai 1 Mei 2025, truk sumbu tiga atau lebih resmi dilarang melintas di jalur nasional Pemalang–Batang. Meski awalnya ditujukan demi alasan keselamatan dan rekayasa lalu lintas, kebijakan ini ternyata menyisakan dampak yang jauh lebih dalam, bukan hanya bagi sopir truk, tapi juga bagi ribuan pelaku ekonomi kecil di sepanjang jalur tersebut.
Larangan ini memantik reaksi keras dari Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO). Mereka menyebut keputusan pemerintah daerah dan Dishub setempat sebagai kebijakan yang gegabah dan merugikan banyak pihak.
Bukan rahasia lagi kalau jalur nasional Pemalang–Batang selama ini jadi urat nadi penggerak ekonomi mikro. Truk-truk besar yang hilir-mudik di sana bukan cuma ngangkut logistik, tapi juga bawa berkah buat warung pinggir jalan, tukang tambal ban, hingga pedagang asongan.
Kini, semuanya terancam sepi. APTRINDO menilai larangan truk melintas selama 24 jam ini bakal menekan omzet usaha kecil, memicu PHK, dan bahkan menciptakan pengangguran baru.
Sebagai solusi, pemerintah mengarahkan truk-truk itu masuk jalan tol. Tapi biaya tambahan untuk tol dan perawatan kendaraan justru bikin beban pelaku usaha makin berat. Sopir juga harus menempuh rute lebih panjang tanpa jaminan fasilitas istirahat yang layak. Potensi kecelakaan pun meningkat.
Surat rekomendasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat yang menjadi dasar pelarangan ini dinilai APTRINDO tidak punya kekuatan hukum yang cukup. Artinya, pelarangan ini tidak hanya cacat prosedural, tapi juga melanggar asas keadilan.
Dengan banyaknya kejanggalan dan dampak negatif yang ditimbulkan, APTRINDO mendesak Menteri Perhubungan untuk mencabut surat rekomendasi pelarangan dan mengajak semua pihak duduk bersama.
PT.Portal Indonesia Media