fin.co.id – Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan bahwa tidak ada keterlibatan warga sipil dalam proses peledakan amunisi kedaluarsa yang dilakukan di Garut, Jawa Barat. Klarifikasi ini disampaikan langsung oleh Agus dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 26 Mei 2025.
Warga Hanya Dilibatkan Sebagai Juru Masak
"Sebenarnya kita tidak melibatkan warga sipil dalam pemusnahan bahan peledak yang sudah expired. Warga di sana hanya membantu memasak," kata Jenderal Agus.
Ia menegaskan, fungsi warga sipil yang berada di sekitar lokasi hanya terbatas pada tugas-tugas domestik, bukan pada kegiatan teknis terkait bahan peledak. "Masalah kesipilan itu, ya tukang masak dan pegawai di situ saja," tambahnya.
Keteledoran di Lapangan Diakui oleh KSAD
Pernyataan Agus diperkuat oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak. Ia mengakui bahwa memang terdapat sejumlah keteledoran dalam proses di lapangan yang harus menjadi bahan evaluasi.
"Iya jadinya gitu. Dulunya kan masak-masak, dibayar honor gitu. Jadi dulunya bersih-bersih, tidak sampai mengantar amunisi dan alat peledak. Inilah keteledoran-keteledoran," ungkap Maruli.
Evaluasi Menyeluruh Akan Dilakukan
Menurut Maruli, para warga sipil yang turut menjadi korban bukanlah pihak yang dipekerjakan khusus untuk menangani amunisi, melainkan juru masak harian yang mendapat honor. Ia menambahkan bahwa TNI akan melakukan evaluasi menyeluruh agar insiden serupa tidak kembali terjadi di masa depan.
"Inilah yang tetap akan kita evaluasi," pungkas Maruli.
Baca Juga
Latar Belakang Insiden Peledakan
Peledakan amunisi kedaluarsa ini sebelumnya menuai sorotan setelah muncul laporan bahwa warga sipil ikut menjadi korban dalam kegiatan militer tersebut. Insiden itu memicu perhatian publik, terlebih karena lokasi pemusnahan tidak sepenuhnya steril dari kehadiran masyarakat sipil.
Dengan adanya klarifikasi dari Panglima TNI dan KSAD, diharapkan transparansi serta keamanan dalam setiap operasi militer yang menyangkut bahan peledak bisa lebih diperhatikan. TNI juga dituntut untuk meningkatkan standar operasional prosedur (SOP) dalam penanganan material berbahaya demi mencegah risiko yang tidak perlu.
Publik Menanti Langkah Nyata
Insiden ini sekaligus menjadi pengingat akan pentingnya profesionalisme dan kehati-hatian dalam pelaksanaan tugas militer, khususnya yang melibatkan bahan berbahaya. Masyarakat pun kini menunggu langkah nyata dari TNI untuk mengusut dan memperbaiki sistem kerja yang selama ini diterapkan di lapangan. (Anisha Aprilia)