Politik . 04/07/2025, 08:30 WIB
Penulis : Khanif Lutfi | Editor : Khanif Lutfi
fin.co.id – Menteri Hak Asasi Manusia (MenHAM) Natalius Pigai, secara mengejutkan mengakui bahwa ia menghadapi kendala signifikan dalam merampungkan draf Revisi Undang-Undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU HAM) hingga 100 persen.
Pernyataan ini sontak menimbulkan pertanyaan besar di kalangan publik dan pegiat HAM, mengingat reputasi Pigai sebagai sosok yang vokal dan gigih dalam isu-isu HAM.
Pengakuan Pigai ini muncul di tengah wacana yang baru-baru ini ia gulirkan mengenai rencana memasukkan tindak pidana korupsi sebagai pelanggaran HAM berat dalam revisi UU tersebut.
"Kami ingin menyampaikan bahwa hari ini Kementerian HAM sudah menyiapkan draf awal, hampir rampung 60 persen. Kami tidak ingin merampung 70 80% karena 40 persen maupun seluruh draft itu harus dibuka untuk umum," ujar Natalius Pigai ditemui di Kantor Kementerian HAM, Rabu 3 Juli 2025.
Mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tersebut tidak merinci secara spesifik "dinamika" atau "resistensi" yang dimaksud, namun isyaratnya cukup kuat untuk menunjukkan adanya faktor eksternal yang memengaruhi penyusunan draf.
Bahkan, Natalius Pigai mengaku sampai meminta 25 lembaga negara, termasuk komisi-komisi yakni Komnas HAM untum memberikan masukan bagian 40 persen kurangnya.
Kata Natalius Pigai, dari 25 lembaga yang dimintai masukan, baru 5 lembaga saja yang sudah memberikan masukan kepada Kementerian HAM.
"Kami sudah meminta 25 lembaga, Kementerian dan lembaga termasuk komisi-komisi untuk berikan masukan kepada kami. Kami sudah melihat mereka. Baru 5 yang berikan masukan, hampir 20an tunggu berikan masukan. Ini masukan di draf awalnya, tapi bahwa berikut kita sampaikan drafnya kepada publik, kepada mereka, maka bisa berikan masukan juga," tutur Pigai.
Aspek lain yang mungkin menjadi kendala bagi Natalius Pigai adalah respon masyarakat yang pro kontra mengenai kabar Revisi UU HAM.
Tak hanya itu saja, melibatkan banyak pemangku kepentingan, mulai dari Komnas HAM, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Polri, hingga DPR RI.
Mencapai kesepahaman di antara berbagai lembaga dengan agenda dan kepentingan yang berbeda tentu bukan perkara mudah.
"Meskipun saya tidak bisa mengatakan draf ini akan rampung sepenuhnya dalam waktu dekat, komitmen untuk terus mendorong reformasi HAM, termasuk memasukkan korupsi sebagai pelanggaran HAM berat, tetap ada," tegas Pigai.
Pigai menambahkan bahwa upaya untuk membangun konsensus dan mengatasi berbagai hambatan akan terus dilakukan.
Pernyataan Natalius Pigai ini menjadi sinyal penting bagi publik dan pemerintah bahwa jalan menuju reformasi hukum di bidang HAM, khususnya terkait pemberantasan korupsi, masih panjang dan penuh tantangan.
Pertanyaannya, mampukah Pigai dan para pegiat HAM lainnya menemukan solusi atas kendala-kendala tersebut demi terwujudnya UU HAM yang lebih komprehensif dan berpihak pada keadilan?
PT.Portal Indonesia Media