Ekonomi . 30/10/2025, 10:01 WIB
Penulis : Sigit Nugroho | Editor : Sigit Nugroho
fin.co.id — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI kembali menunjukkan peran besarnya dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional. Hingga pertengahan Oktober 2025, BRI berhasil menyalurkan dana pemerintah senilai Rp55 triliun kepada berbagai sektor produktif, dengan porsi terbesar mengalir ke segmen mikro.
Direktur Utama BRI, Hery Gunardi, mengungkapkan bahwa dana pemerintah yang ditempatkan di BRI telah sepenuhnya disalurkan pada 16 Oktober 2025. Langkah ini menjadi bagian dari strategi BRI untuk memperkuat pembiayaan di sektor riil dan mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
“Jadi, pada tanggal 16 Oktober 2025 yang lalu dana tersebut telah dialokasikan penuh,” kata Hery dalam paparan kinerja BRI Kuartal III-2025, Kamis, 30 Oktober 2025.
Adapun perinciannya, Rp28,08 triliun atau lebih dari setengah total dana disalurkan ke segmen mikro. Sementara itu, pembiayaan untuk sektor korporasi mencapai Rp11,07 triliun, segmen komersial sebesar Rp10,13 triliun, dan konsumer sebanyak Rp6,58 triliun.
Hery menegaskan, penyaluran dana tersebut menjadi bukti nyata peran BRI dalam mendukung sektor usaha rakyat dan mempercepat perputaran ekonomi di lapangan. “Kami memastikan dana pemerintah yang dipercayakan ke BRI benar-benar digunakan untuk membiayai sektor produktif yang mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Langkah pemerintah menempatkan dana besar di bank-bank pelat merah merupakan bagian dari strategi fiskal untuk memperkuat likuiditas dan mempercepat ekspansi kredit di tengah dinamika ekonomi global. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya mengumumkan kebijakan penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke sistem perbankan nasional.
Melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.276/2025, Purbaya menetapkan penempatan dana tersebut di lima bank besar: BRI, BNI, dan Bank Mandiri masing-masing menerima Rp55 triliun, BTN sebesar Rp25 triliun, dan BSI sebesar Rp10 triliun.
Tujuan utama kebijakan ini adalah mempercepat penyaluran pembiayaan ke sektor riil, termasuk UMKM, infrastruktur, serta industri padat karya. Pemerintah berharap injeksi dana ini dapat membantu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik yang stabil menjelang akhir 2025.
Menurut Febrio Kacaribu, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, tingkat penyerapan dana antarbank menunjukkan progres positif. Ia menyebut, Bank Mandiri mencatat realisasi tertinggi dengan penyerapan mencapai 74%, disusul BRI sebesar 62%, BSI 55%, BNI 50%, dan BTN 19%.
Febrio menilai, langkah ini berhasil menjaga perputaran likuiditas dan meningkatkan penyaluran kredit di sektor produktif. “Kebijakan ini kelihatannya sederhana, hanya memindahkan kas pemerintah, tapi dampaknya cukup besar terhadap pertumbuhan kredit,” ujarnya.
Ia menambahkan, per Agustus 2025, pertumbuhan kredit nasional berada di kisaran 7%, dan diharapkan meningkat hingga 10% pada akhir tahun seiring dengan realisasi penyaluran dana pemerintah ini.
Selain lima bank besar tersebut, pemerintah juga mulai menerima permintaan dari sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk mendapatkan penempatan dana serupa. Menkeu Purbaya mengonfirmasi bahwa dua bank daerah, yaitu Bank DKI dan Bank Jatim, tengah berdiskusi dengan pemerintah pusat untuk mendapat injeksi likuiditas tambahan.
“Sudah ada permintaan dari beberapa bank yang lain untuk mendapatkan juga penempatan kas dari pemerintah,” jelas Febrio. Ia menegaskan, perluasan penempatan dana ini diharapkan mampu memperkuat daya dorong pembiayaan daerah dan mempercepat pemulihan ekonomi lokal.
Penyaluran dana pemerintah ke segmen mikro senilai Rp28,08 triliun menjadi sorotan tersendiri. Segmen ini selama ini menjadi tulang punggung bisnis BRI sekaligus motor utama ekonomi rakyat. Melalui pembiayaan mikro, BRI mendorong pelaku usaha kecil agar naik kelas, memperluas akses pasar, dan memperkuat ketahanan ekonomi desa.
Dengan likuiditas tambahan dari pemerintah, BRI memiliki ruang lebih besar untuk menyalurkan kredit produktif, terutama ke pelaku UMKM yang selama ini menjadi basis pertumbuhan ekonomi nasional. (*)
PT.Portal Indonesia Media