Hukum dan Kriminal . 08/03/2025, 01:27 WIB

Korupsi Pertamina Diduga Terjadi Maladministrasi Penyidikan, IPW Desak Kejagung Temukan Dalangnya

Penulis : Mihardi  |  Editor : Mihardi

Menurutnya, penggunaan istilah oplosan yang tidak tepat itu telah menyesatkan masyarakat dan merugikan Pertamina. Akibatnya, konsumen kehilangan kepercayaan kepada Pertamina dan beralih ke SPBU asing.

Ini, contoh nyata bagaimana hoaks oleh Kejagung dapat merugikan perusahaan nasional dan juga perekonomian negara.

Tidak Ada Perbuatan Melawan Hukum

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Umum Komisi XII DPR dengan Dirut Pertamina Patra Niaga, Presdir Mobility Shell, Dirut Vivo, Presdir AKR (BP), Dirut Ekson pada Rabu 26 Februari 2025, diperoleh penjelasan dan kesimpulan bahwa blending merupakan proses yang common dalam produksi proses minyak berbahan cair dengan tujuan meningkatalkan nilai produk.

Di mana, contohnya jika base RON 92 ditambahkan adiktif hanya bertujuan untuk meningkatkan benefit dan tidak mengubah RON dari minyak yang diolah dan blending bukanlah mengoplos.

Dalam rapat tersebut juga terdapat pengakuan dari pihak Pertamina bahwa yang melakukan blending adalah Pertamina Patra Niaga, bukan pihak lain (PT OTM atau Muhamad Kerry Adrianto Riza). Hal ini berkesesuaian dengan penunjukan lainnya.

Lalu apakah perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah pengadaan jasa storage?

Mengenai jasa storage minyak bumi, bagi Pertamina sebagai BUMN, baru muncul tahun 2018 yang mengatur harus melalui tender, sebagaimana dinyatakan Pasal 9 Ayat 1 huruf N angka ke-1 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa yang telah diubah oleh Perpres Nomor 12/2021.

Sedangkan, untuk pengadaan jasa penyimpanan atau storage, bagi Pertamina sebagai BUMN, di bawah tahun 2018 merujuk pada ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 1 Angka 2 dan Angka 3 Peraturan Menteri BUMN Nomor PER04/MBU/09/2017.

Secara substantif, pengadaan jasa dan barang untuk BUMN dilakukan melalui kemitraan yang diikat kontrak tanpa melalui proses tender dan dengan cara penunjukan langsung (Pasal 2 huruf c).

Secara faktual, kesepakatan antara Pertamina dan PT Orbit Terminal Merak, yang dahulu PT Oil Tanking Merak, sudah dibuat pada 22 Agustus 2014 dengan jangka waktu perjanjian 10 tahun. Yang berarti berakhirnya perjanjian/kesepakatan itu adalah pada 22 Agustus 2024.

Adapun, adendum lainnya bukanlah bentuk berakhirnya perjanjian karena perjanjian masih mengikat dan berlaku berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, Pasal 1320 juncto Pasal 1338 KUH Perdata, sehingga peraturan yang lama masih mengikat.

Sehingga, dalam penyediaan storage oleh PT Orbit Terminal Merak, bukanlah perbuatan melawan hukum. Bahkan, secara yuridis merujuk pada ketentuan dalam Pasal 1338 KUH Perdata, PT Orbit Terminal Merak wajib menyelenggarakan jasa intank blending, injection additive/dyes, intertank dan analisa samping.

Hal ini untuk memenuhi kewajiban hukum PT Orbit Terminal Merak kepada PT Pertamina (Persero), berdasarkan Addendum I Perjanjian yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian yang telah berlaku sejak 2014. Apabila PT Orbit Terminal Merak tidak memberikan jasa tersebut.

Kalau pemberian jasa intank blending, injection additive/dyes, intertank dan analisa samping oleh PT Orbit Terminal Merak adalah dilarang atau ternyata melanggar hukum dan PT Orbit Terminal Merak tidak memiliki pengetahuan yang sepatutnya mengenai larangan tersebut atau tidak mengetahui bahwa hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum dan Pertamina sendiri tidak pernah mengungkapkannya, maka yang bertanggung jawab dan patut dimintai pertanggungjawaban hukum adalah Pertamina dan bukan PT Orbit Terminal Merak.

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

Email:fajarindonesianetwork@gmail.com