fin.co.id - Asosiasi ojek online (ojol) dari Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring-Garda Indonesia menolak keras perubahan status dari mitra menjadi pekerja. Perubahan status itu karena ojol dinilai sudah memenuhi tiga unsur sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring - Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono mengatakan, tiga unsur tersebut pekerjaan, upah dan perintah. Namun, dia menolak karena pekerjaan ojol adalah atas perintah dari pelanggan yang ordernya masuk melalui aplikasi.
Sehingga lanjut Igun, tiga unsur sebagai pekerja telah gugur karena pihak perusahaan aplikator sifatnya hanyalah mediator teknologi bukan pemberi perintah. Selain itu, kata Igun, upah yang diterima ojol murni dari pelanggan bukan gaji dari perusahaan aplikasi.
"Asosiasi tegas menolak dan sebagian besar ojol juga akan menolak status sebagai pekerja atau karyawan, pemerintah, dan DPR RI juga agar perhatikan hal ini agar jangan sampai status kemitraan ojol diubah menjadi status pekerja/karyawan," kata Igun dalam keterangannya, Kamis 24 April 2025.
Menurutnya, akan ada banyak kerugian bagi ojol apabila status kemitraannya diubah menjadi pekerja. Kerugian yang bakal diderita, kata dia, salah satunya apabila perusahaan aplikasi menerapkan syarat usia dan pendidikan terakhir, maka akan ada jutaan ojol yang tereliminasi.
Pasalnya, kata Igun, lebih dari 50 persen pengemudi ojol sudah tidak lagi berusia produktif dan tidak memiliki kelengkapan dokumen seperti pekerja formal.
"Hal ini akan menimbulkan dampak pengangguran yang akan melonjak signifikan dan akan menimbulkan gejolak sosial pada masyarakat," tegasnya.
Baca Juga
Menurutnya, saat ini yang perlu diperkuat adalah status ojol sebagai mitra dilindungi oleh Undang-undang. Sehingga hak kemitraan antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi ojol memiliki payung hukum yang mengandung unsur sanksi administrasi maupun pidana apabila ada yang melanggar ketentuan kemitraan.
"Asosiasi akan mengkaji bersama dewan pakar dan akademisi untuk bisa berkolaborasi kajian akademis dan kajian hukum secara komprehensif agar pengemudi ojol memiliki kekuatan hukum sebagai mitra," pungkasnya.
(Cahyono)