Ekonomi . 30/04/2025, 14:01 WIB
Penulis : Sigit Nugroho | Editor : Sigit Nugroho
fin.co.id - Isu penggabungan beberapa BUMN strategis ke dalam holding baru, Danantara, terus menuai perhatian. Salah satu suara kritis datang dari Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar. Dalam acara halal-bihalal Forum Komunikasi Sobat Energi, Arie menyampaikan kekhawatirannya atas kebijakan ini yang dinilai bisa mengancam kedaulatan energi nasional.
Menurut Arie, pengalihan saham seri B milik Pertamina ke holding Danantara bukan sekadar restrukturisasi, tapi perubahan fundamental yang bisa membuka pintu lebih lebar bagi pengaruh kapitalis dan liberal dalam sektor energi.
“Pertamina itu mengelola hajat hidup orang banyak. Harusnya dikelola langsung oleh negara, bukan masuk dalam skema korporatisasi seperti ini,” ujarnya.
FSPPB secara tegas meminta pemerintah meninjau ulang keterlibatan Pertamina dalam Danantara. Bagi mereka, perusahaan seperti Pertamina, PLN, dan Bulog adalah ujung tombak pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Karena itu, mereka tak layak disatukan dalam entitas bisnis yang berorientasi korporasi murni.
Arie bahkan mempertanyakan motif di balik pembentukan Danantara.
“Jangan-jangan ini hanya alat untuk melunasi utang negara. Kalau begitu, maka negeri ini sudah tergadai,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa semangat Pasal 33 UUD 1945 seharusnya menjadi dasar utama pengelolaan energi dan sumber daya alam. Menurutnya, hanya dengan kendali penuh negara, energi bisa benar-benar digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Ketua Forum Komunikasi Wartawan Sobat Energi, Untung Sarwo Kaloko (Image by Sigit Nugroho)
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Sobat Energi, Untung Sarwo Kaloko, menyambut baik diskusi ini. Dalam sambutannya, ia menyebut bahwa keberadaan Danantara memang membawa harapan, tapi juga menimbulkan banyak pertanyaan.
“Implikasinya besar, terutama bagi Pertamina yang merupakan aset strategis nasional,” katanya.
Ia berharap diskusi semacam ini bisa membuka ruang dialog yang sehat dan membangun, demi mencari arah kebijakan yang paling sesuai dengan kepentingan bangsa.
Isu Danantara masih akan terus berkembang. Namun, suara dari serikat pekerja dan komunitas energi menjadi sinyal bahwa kebijakan besar ini tidak bisa diambil sepihak. Masyarakat, khususnya para pekerja di sektor energi, berhak tahu dan turut menentukan masa depan industri strategis ini. (*)
PT.Portal Indonesia Media