fin.co.id - Amnesty International Indonesia mendesak DPR RI untuk membentuk tim pencari fakta untuk mengusut kasus ledakan saat pemusnahan amunisi tak layak pakai milik TNI di Garut, Jawa Barat.
Adapun pada pemusnahan amunisi tidak layak pakai di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut pada Senin, 12 Mei 2025 pagi tersebut menewaskan 13 orang.
"Komisi I DPR RI harus membentuk tim pencari fakta untuk menyelidiki tragedi ini. Selain agar keluarga korban mendapatkan hak untuk tahu apa yang terjadi, juga karena perlu ada pengawasan ketat atas peralatan mematikan seperti senjata, amunisi, maupun bahan peledak di lingkungan TNI," kata Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid dalam keterangannya pada Selasa, 13 Mei 2025.
Menurutnya, tanpa pengawasan yang ketat dan evaluasi menyeluruh dari DPR, kejadian mematikan seperti ini berpotensi terulang kembali.
Tiap proses penanganan amunisi, dari produksi, distribusi, hingga pemusnahan harus patuh pada standar keamanan dan ditangani oleh mereka yang profesional.
"Jika berulang dan ada pembiaran negara maka sekali lagi, kejadian ini bisa tergolong pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak hidup, hak absolut yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apapun," lanjut Usman.
Pernyataan petinggi TNI yang menyebut bahwa warga sipil menjadi korban karena hendak mengambil logam serpihan amunisi merupakan klaim yang terburu-buru.
Baca Juga
Kata Usman hal ini tidak sensitif terhadap perasaan keluarga korban. Apalagi disampaikan sebelum ada hasil penyelidikan menyeluruh, imparsial, dan transparan.
"Klaim seperti ini justru terkesan menyalahkan korban demi mengaburkan tanggung jawab institusional TNI atas kelalaian yang terjadi," ujarnya.
Apapun penyebab ledakan, termasuk ada dan tidaknya pelanggaran standar operasional prosedur (SOP), Usman mendesak agar dilakukan investigasi secara independen, imparsial, dan menyeluruh atas tragedi ini.
Untuk memastikan integritas dan kredibilitas, investigasi harus dilakukan oleh lembaga yang independen yang berasal dari luar TNI.
Menurutnya, Komnas HAM dan pihak Kepolisian juga memiliki kewajiban untuk melakukan investigasi terhadap kasus ini karena banyaknya korban warga sipil.
Katanya, keterlibatan Komnas HAM penting untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi, termasuk apa yang perlu diperbaiki ke depan.
"Negara tidak boleh meremehkan kematian akibat kelalaian implementasi kebijakan yang berisiko tinggi," pungkasnya. (Cahyono)