Ekonomi . 22/10/2025, 16:39 WIB
Penulis : Sigit Nugroho | Editor : Sigit Nugroho
fin.co.id – Pemerintah melalui BPJS Kesehatan tengah memfinalisasi kebijakan pemutihan tunggakan iuran bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tidak mampu. Program ini menjadi kabar baik bagi jutaan masyarakat yang selama ini kehilangan akses layanan kesehatan akibat status kepesertaan nonaktif.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menjelaskan bahwa pemutihan ini dirancang sebagai langkah realistis untuk memberikan kesempatan baru kepada peserta yang benar-benar kesulitan ekonomi. Total ada lebih dari 23 juta peserta dengan tunggakan mencapai lebih dari Rp10 triliun yang berpotensi mendapatkan manfaat dari kebijakan ini.
Meski keputusan final masih menunggu arahan resmi Presiden atau Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), BPJS Kesehatan telah menetapkan beberapa kriteria prioritas peserta yang akan menjadi fokus utama dalam kebijakan pemutihan ini.
Kelompok pertama yang akan diprioritaskan adalah masyarakat miskin dan rentan secara ekonomi. Mereka adalah peserta yang sering menunggak iuran karena kesulitan finansial jangka panjang. Menurut Ghufron, penerima manfaat pemutihan harus benar-benar terdata dalam basis data resmi pemerintah.
“Dia harus masuk datasen, orang yang memang miskin atau tidak mampu,” kata Ali Ghufron saat konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Rabu, 22 Oktober 2025.
Kriteria berikutnya adalah peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang sudah diverifikasi dan kini berganti status menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya ditanggung pemerintah. Namun, sebagian peserta ini masih memiliki tunggakan di kelas sebelumnya.
“Intinya, pemutihan ini untuk mereka yang dulunya mandiri, lalu beralih menjadi peserta PBI dan sekarang sudah dibayari pemerintah daerah. Hutang lamanya akan diputihkan,” jelas Ghufron.
BPJS Kesehatan juga akan memberikan pemutihan bagi peserta yang memiliki tunggakan lebih dari 24 bulan atau dua tahun. Langkah ini bertujuan untuk membersihkan data dan meringankan beban keluarga, terutama bagi peserta yang sudah meninggal dunia namun masih tercatat memiliki tunggakan administratif.
“Paling tidak maksimal 24 bulan. Kalau sejak dulu dia punya hutang tapi sudah tidak ada (meninggal), maka itu juga akan diputihkan,” ujar Ghufron.
Ghufron menegaskan bahwa mayoritas peserta yang menunggak memang tidak akan mampu melunasi iuran meskipun diberikan waktu tambahan. Karena itu, kebijakan pemutihan ini dirancang agar mereka bisa memulai kembali dari nol tanpa terbebani utang lama.
“Yang sudah punya utang-utang itu dibebaskan. Harapannya, peserta bisa fresh dan kembali aktif membayar iuran untuk periode berikutnya,” ucapnya.
Kebijakan ini diharapkan mampu mengembalikan hak masyarakat atas jaminan sosial, sekaligus memperluas jangkauan layanan kesehatan nasional. BPJS Kesehatan juga menegaskan, setelah pemutihan diterapkan, peserta wajib menjaga kedisiplinan pembayaran agar tidak kembali menunggak.
Meski disambut positif, pemerintah tetap berhati-hati dalam pelaksanaan program ini. Proses verifikasi akan dilakukan secara ketat untuk memastikan pemutihan benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak dan tidak disalahgunakan.
Anggota DPR menekankan pentingnya validasi data agar kebijakan ini tepat sasaran dan tidak membebani keuangan negara. Pemerintah pun sedang menyiapkan mekanisme pengawasan berlapis antara BPJS Kesehatan, Kementerian Sosial, dan pemerintah daerah.
“Kami pastikan verifikasi dilakukan secara adil, transparan, dan akuntabel. Ini bukan penghapusan massal tanpa kontrol,” tegas Ghufron.
PT.Portal Indonesia Media