Politik . 14/11/2025, 15:26 WIB
Penulis : Mihardi | Editor : Mihardi
fin.co.id - Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan, pihaknya akan mendalami putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai larangan anggota Polri aktif menduduki jabatan di instansi sipil.
“Pertama, saya baru akan mempelajari putusan MK tersebut. Kebetulan tadi saya bertemu Wakil Menteri Hukum, jadi kami masih menelaah detail pertimbangan-pertimbangannya,” kata Dasco di kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 13 November 2025.
Ia menambahkan, sejauh pemahamannya, MK menegaskan bahwa penempatan anggota Polri di luar institusi kepolisian hanya diperbolehkan jika berkaitan langsung dengan tugas-tugas kepolisian.
“Kalau tidak salah, arah putusannya seperti itu,” tambahnya.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan putusan MK itu ditindaklanjuti melalui revisi Undang-Undang Polri, Dasco menegaskan bahwa DPR belum membahas langkah tersebut.
Menurutnya, pembahasan revisi undang-undang hanya dapat dilakukan bersama pemerintah, dan hingga kini kedua pihak belum bertemu untuk mendiskusikan hal itu.
“Untuk sementara saya belum bisa berkomentar lebih jauh karena putusannya masih baru. Mungkin dalam waktu dekat akan kita kaji bersama,” ujarnya.
Sebelumnya, MK memutuskan bahwa anggota Polri aktif dilarang menduduki jabatan sipil. Jika ingin menempati posisi tersebut, anggota Polri wajib mengundurkan diri atau memasuki masa pensiun.
Ketentuan itu tertuang dalam putusan perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menguji Pasal 28 ayat (3) dan penjelasannya dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan amar putusan di ruang sidang utama MK, Jakarta Pusat, Kamis, 13 November 2025.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri terbukti bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
Menurut Ridwan, frasa tersebut menimbulkan ketidakpastian dalam mekanisme pengisian jabatan di luar kepolisian oleh anggota Polri, serta berdampak pada kepastian karier ASN yang bekerja di luar institusi kepolisian.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalil para pemohon bahwa frasa itu menimbulkan kerancuan serta memperluas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 hingga menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 adalah beralasan menurut hukum,” ujarnya.
(Anisha Aprilia)
PT.Portal Indonesia Media