fin.co.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut perkara komoditas timah korporasi yang diduga merugikan negara.
Lima saksi menjalani pemeriksaan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Penyidikan ini menargetkan tersangka korporasi PT Refined Bangka Tin dan pihak lainnya.
Lima Saksi Kunci yang Diperiksa
Berikut lima saksi yang dipanggil Kejaksaan Agung:
- SW, Direktur PT Bangka Tin Industry.
- NV, KTT PT Bangka Tin Industry.
- NJ, Direktur PT Bangka Tin Industry.
- HNC, Kepala Bagian Keuangan PT Bangka Tin Industry.
- AA, Kepala Gudang PT Bangka Tin Industry.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengungkap pola dugaan korupsi dalam tata niaga timah dan memperkuat pembuktian dalam perkara komoditas timah korporasi.
JAMPIDSUS Kejagung: Penyidikan Perkara Komoditas Timah Korporasi Terus Berlanjut
JAMPIDSUS Kejagung, Febrie Adriansyah, menegaskan bahwa penyidikan perkara komoditas timah korporasi tidak akan berhenti pada pemeriksaan saksi saja.
"Kami berkomitmen untuk mengungkap seluruh jaringan korupsi yang terjadi dalam tata niaga timah. Penyidikan akan terus berjalan hingga semua pihak yang bertanggung jawab diproses hukum," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu, 19 Februari 2025.
Baca Juga
Kejaksaan Agung juga terus menelusuri aliran dana dan modus operandi yang digunakan dalam perkara komoditas timah korporasi. Dugaan keterlibatan berbagai pihak dalam skema ini masih dalam pendalaman.
Perkara Komoditas Timah Korporasi: Siapa yang Bertanggung Jawab?
Perkara komoditas timah korporasi memasuki fase krusial. Pemeriksaan saksi-saksi menjadi langkah penting untuk mengungkap keterlibatan aktor utama dalam kasus ini. Kejaksaan Agung memastikan bahwa proses hukum akan berjalan secara transparan dan objektif.
Pemeriksaan lima saksi hari ini memperjelas arah penyidikan. Kejaksaan Agung menegaskan bahwa perkara ini akan dituntaskan hingga ke akar permasalahan. Langkah ini diambil demi menegakkan keadilan dan menyelamatkan potensi kerugian negara akibat dugaan korupsi di sektor pertambangan.(*)