Hukum dan Kriminal . 08/03/2025, 01:27 WIB

Korupsi Pertamina Diduga Terjadi Maladministrasi Penyidikan, IPW Desak Kejagung Temukan Dalangnya

Penulis : Mihardi  |  Editor : Mihardi

fin.co.id - Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengungkap dalang dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. Kejagung juga tidak boleh tebang pilih dalam menangani perkara ini.

"Harus dapat menemukan dalang dan pelaku utama dari megakorupsi tersebut," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso seperti dikutip dari akurat.co, Jumat 7 Maret 2025.

Dia mengatakan, jangan sampai upaya Presiden Prabowo Subianto melakukan pemberantasan korupsi yang dituangkan dalam Asta Cita dinodai adanya dugaan penyalahgunaan kewenangan saat proses penyidikan kasus korupsi di Kejagung. Dengan demikian, kata dia, melakukan pemberantasan korupsi sambil mencari peluang korupsi atau melakukan praktik impunitas pelaku korupsi lain.

Hal ini terlihat dari pernyataan Kejagung yang prematur dan sangat kepagian terkait Erick Thohir tidak terlibat. Hal ini, kata dia, terkesan Kejagung sebagai pencuci bersih Erick Thohir di kasus ini dan seolah-olah jadi pelindung.

Padahal, penyidikan masih berjalan dan semua pihak terkait bisa diperiksa dan diminta keterangannya. Apalagi, Erick Thohir sebagai Menteri BUMN bisa dimintai keterangan.

Menurut Sugeng, pertemuan Erick Thohir dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di Kejagung terlarang secara etik hukum. Alasannya, kata dia, karena Kejagung sedang mengusut dugaan korupsi anak buah Erick Thohir yang saat tempus delicti-nya menjabat Menteri BUMN.

Oleh karena itu, kata dia, kalau Asta Cita dalam pemberantasan korupsi benar-benar ditegakkan, maka Presiden Prabowo harus mencopot keduanya dan juga Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah.

"Dalam proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung, ada juga sinyalemen dugaan penyimpangan seperti pada perkara korupsi Jiwasraya, Asabri, terdakwa Zarof Ricar, penyalahgunaan kewenangan dalam tata kelola pertambangan batu bara di Kalimantan Timur. Terakhir, adanya indikasi penyimpangan dalam penyidikan kasus korupsi Pertamina," katanya..

"Penyidik mendalilkan terjadi kerugian negara pada ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, impor minyak mentah melalui DMUT/broker sekitar Rp2,7 triliun, dan impor BBM melalui DMUT/broker sekitar Rp9 triliun. Namun anehnya, dalam klaster pelaku impor dan ekspor minyak tidak ada satu orang pun dari pihak swasta yang ditetapkan sebagai tersangka," kata Sugeng.

Padahal, roh tindak pidana korupsi Pertamina ada pada klaster tersebut. Penyidik malah menyimpang dan menyasar dengan menetapkan tersangka seorang pengusaha muda bernama Muhammad Kerry Andrianto Riza yang tidak bersalah, yang melalui badan usahanya PT Orbit Terminal Merak dengan PT Pertamina Patra Niaga terjalin kontrak secara legal dalam kontrak pengadaan jasa intank blending, injection additive/dyes, inter tank dan analisa samping.

Penyidik mempersangkakan Muhammad Kerry Andrianto Riza telah memberikan pembantuan kejahatan dalam kegiatan pengoplosan BBM, guna mengubah kualitas RON 88 dan RON 90 menjadi RON 92. Oleh karenanya, kata dia, tuduhan tersebut tidak berdasar. Sebab, peristiwa yang terjadi bukan pengoplosan, melainkan blending. Sebuah praktik sah dalam industri migas yang diatur oleh hukum.

"Dalam industri migas, proses blending BBM adalah praktik umum dan sah secara hukum. Blending bertujuan untuk meningkatkan nilai produk, berbeda dengan pengoplosan yang merupakan tindakan ilegal. Blending merupakan praktik yang diperbolehkan dalam industri migas dan diatur dalam berbagai regulasi. Termasuk Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004," terang Sugeng.

Bahkan, kata dia, dalam kasus ini, penyidik tidak memiliki bukti berupa hasil sampling pemeriksaan laboratorium atas obyek minyak yang diduga hasil oplosan yang diperdagangkan pada tempus delicti tahun 2018-2023.

Nyatanya, saat diterbitkan Surat Perintah Penyidikan, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRIN-59/F.2/Fd.2/10/2024 tanggal 24 Oktober 2024, penyidik tidak lagi memiliki barang bukti objek minyak yang didalilkan oplosan, yang wajib dilakukan uji lab. Terbukti pada 4 Maret 2025, Kejagung tiba-tiba meralat informasi sebelumnya terkait dugaan pengoplosan BBM oleh Pertamina.

"Dalam pernyataannya, Kejaksaan Agung menegaskan, kasus yang sedang diselidiki adalah praktik blending, bukan pengoplosan seperti yang diberitakan sebelumnya," ujar Sugeng.

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

Email:fajarindonesianetwork@gmail.com