fin.co.id- Polri telah menangkap admin dan anggota grup Facebook Bernama Fantsi Sedarah dan Suka Duka yang memuat konten hubungan sedarah. Sebanyak enam orang pelaku ditangkap dalam kasus ini.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Pol. Erdi Adrimulan Chaniago mengatakan, para pelaku ditangkap di sejumlah daerah di Pulau Jawa dan Sumatera.
“Grup ini telah lama menjadi perhatian karena menyebarkan konten pornografi anak dan perempuan. Kami berhasil menangkap enam pelaku yang kini dalam proses pendalaman,” ujar Erdi dalam keterangan tertulis, dikutip pada Rabu 21 Mei 2025.
Erdi menjelaskan bahwa pelaku merupakan admin dan anggota aktif grup yang terbukti mengunggah konten seksual yang melibatkan perempuan dan anak di bawah umur.
Selain itu, dia mengatakan bahwa Polri mengamankan sejumlah barang bukti dari enam pelaku, yakni perangkat komputer, telepon genggam, kartu SIM, dokumen digital berupa foto dan video, serta berbagai barang bukti lainnya yang berkaitan dengan aktivitas ilegal tersebut.
Sementara enam pelaku tersebut, kata dia, saat ini sedang diamankan di Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya untuk proses penyidikan lanjutan.
“Polri akan terus menindak tegas setiap bentuk penyebaran konten pornografi, apalagi yang melibatkan anak sebagai korban. Ini bentuk komitmen kami dalam melindungi masyarakat, khususnya generasi muda, dari ancaman konten digital berbahaya,” katanya.
Baca Juga
Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka kasus tersebut akan bertambah seiring pemeriksaan lebih lanjut.
Sementara itu, dia mengatakan bahwa penjelasan lebih lengkap terkait kronologi pengungkapan maupun detail kasus akan disampaikan dalam konferensi pers pada Rabu 21 Mei 2025 di Bareskrim Polri.
Sebelumnya, data Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan (CATAHU) 2022, inses menduduki posisi ketiga dengan 433 kasus dari total kasus kekerasan seksual dalam ranah personal.
Korban inses seringkali mengalami ketidakberdayaan dan kesulitan mengakses keadilan serta pemulihan, terutama tanpa dukungan keluarga.
Di Indonesia, pelaku inses dapat dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terutama jika konten inses disebarluaskan secara daring.
Ancaman pidana atas perbuatan tersebut adalah penjara hingga 10 tahun dengan denda Rp10 miliar. (*)