Hukum dan Kriminal . 14/04/2025, 08:50 WIB
Penulis : Sigit Nugroho | Editor : Sigit Nugroho
fin.co.id - Teka-teki di balik putusan kontroversial kasus ekspor crude palm oil (CPO) perlahan mulai terungkap. Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tiga orang hakim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi minyak goreng yang sempat mengguncang ranah peradilan tanah air.
Ketiga hakim tersebut adalah Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta Djuyamto dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka diduga terlibat dalam penerbitan vonis lepas (ontslag) terhadap tiga korporasi besar dalam perkara pemberian fasilitas ekspor CPO, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan pada Senin dini hari, 14 April 2025. Ketiganya langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan guna menjalani proses hukum lebih lanjut.
"Pada malam hari tadi sekitar pukul 11.30, tim penyidik telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka," ujar Qohar di Jakarta Selatan.
Kasus ini bukan hanya menyeret para hakim, tapi juga membuka benang merah keterlibatan sejumlah pihak lain. Sebelumnya, empat orang telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Muhammad Arif Nuryanta, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto, yang berprofesi sebagai pengacara dan panitera muda di PN Jakarta Utara; serta Wahyu Gunawan, yang berperan sebagai perantara dalam aliran suap.
Dalam pengusutan perkara ini, Kejagung menemukan adanya indikasi suap sebesar Rp 60 miliar yang diduga diberikan oleh MS dan AR—pengacara dari tiga korporasi tersebut—kepada MAN, eks Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Uang itu disebut-sebut disalurkan melalui WG, seorang panitera, dengan tujuan mempengaruhi majelis hakim agar menjatuhkan putusan lepas.
"Tujuan pemberian suap tersebut adalah agar putusan menyatakan para terdakwa tidak terbukti, atau ontslag," terang Qohar.
Rangkaian kasus dugaan korupsi minyak goreng ini tidak hanya memperlihatkan celah dalam sistem hukum, namun juga menjadi refleksi betapa tajamnya pengaruh kekuasaan dan uang dalam proses peradilan. Dengan penetapan tiga hakim sebagai tersangka, Kejagung menunjukkan komitmennya untuk mengurai benang kusut di balik vonis-vonis mencurigakan.
Seluruh tersangka kini dijerat dengan pasal-pasal yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui melalui UU Nomor 20 Tahun 2001, dengan ancaman hukuman berat menanti.
Perkembangan ini diharapkan menjadi titik balik dalam penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam pemberantasan praktik korupsi yang melibatkan institusi peradilan. (Anisha Aprilia)
PT.Portal Indonesia Media