Hukum dan Kriminal . 08/05/2025, 21:14 WIB
Penulis : Sigit Nugroho | Editor : Sigit Nugroho
fin.co.id - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Transparency International Indonesia (TI Indonesia), Themis Indonesia, dan Trend Asia resmi melaporkan dugaan korupsi pengadaan privat jet oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 7 Mei 2025.
Laporan ini menyoroti sejumlah kejanggalan dalam pengadaan sewa jet pribadi oleh KPU untuk kebutuhan Pemilu 2024. Perwakilan TI Indonesia, Agus Sarwono, menyampaikan bahwa proses sejak perencanaan hingga pelaksanaan pengadaan sarat masalah.
"Pengadaan ini tidak hanya janggal dari sisi transparansi, tetapi juga mengindikasikan adanya pelanggaran serius dalam penggunaan anggaran negara," ujar Agus di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Agus mengungkapkan bahwa pengadaan dilakukan melalui e-katalog yang sangat tertutup. Perusahaan pemenang tender disebut baru berdiri tahun 2022, minim pengalaman, dan tergolong sebagai skala kecil. Meski begitu, perusahaan tersebut justru mengantongi kontrak dengan nilai fantastis.
Data dari SIRUP LKPP menunjukkan adanya paket pengadaan "Belanja Sewa Dukungan Kendaraan Distribusi Logistik" dengan nilai pagu sebesar Rp46,2 miliar. Namun, ditemukan dua kontrak terpisah dengan total nilai mencapai Rp65,4 miliar—melebihi batas anggaran yang ditetapkan.
“Nilai kontrak yang melampaui pagu ini membuka indikasi praktik mark-up,” jelas Agus.
Tak hanya masalah anggaran, Agus juga menyoroti pola penggunaan jet yang tak sesuai tujuan awal. Berdasarkan penelusuran, 60 persen dari total 59 penerbangan tidak menyasar daerah tertinggal atau terluar, yang seharusnya menjadi prioritas utama.
“Justru yang terjadi, sebagian besar perjalanan dilakukan ke daerah yang aksesnya relatif mudah. Ini memperkuat dugaan penggunaan jet bukan untuk kepentingan pemilu,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Agus mengindikasikan bahwa salah satu dari tiga pesawat jet yang digunakan memiliki registrasi asing, menambah daftar kejanggalan dalam praktik pengadaan ini.
Dari aspek regulasi, penggunaan privat jet oleh pejabat negara bertentangan dengan aturan yang berlaku. Peraturan Menteri Keuangan secara tegas hanya membolehkan penggunaan kelas bisnis untuk perjalanan domestik oleh pejabat negara dan eselon satu. Sementara pejabat di bawahnya bahkan diwajibkan menggunakan kelas ekonomi.
“Privat jet bukan opsi dalam regulasi perjalanan dinas. Ini jelas bentuk penyimpangan,” tegas Agus.
Peneliti dari Trend Asia, Zakki Amali, menambahkan dimensi lain dari dugaan penyalahgunaan ini—yakni dampak lingkungan. Menurutnya, total emisi karbon dari seluruh perjalanan jet KPU mencapai lebih dari 382 ton CO2. Dari jumlah itu, 236 ton dihasilkan dari penerbangan ke daerah yang sebenarnya bisa diakses dengan pesawat komersial.
“Penggunaan jet untuk rute yang tidak krusial hanya menambah beban lingkungan. Ini bertentangan dengan semangat efisiensi dan komitmen terhadap iklim,” jelas Zaki.
Ia juga mendorong KPU agar bertanggung jawab terhadap emisi yang sudah dikeluarkan, serta memperkuat kebijakan internal yang sejalan dengan prinsip keberlanjutan.
Menanggapi laporan tersebut, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menyatakan bahwa lembaganya akan memverifikasi laporan lebih lanjut. Ia menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang aktif mengawasi penggunaan anggaran negara.
PT.Portal Indonesia Media