fin.co.id - Suasana di Jakarta, Rabu (21/5), kembali menyuarakan gema reformasi yang pernah mengguncang negeri ini 27 tahun silam. Di tengah hiruk pikuk ibukota, mahasiswa Universitas Trisakti turun ke jalan, mengingatkan publik akan sejarah kelam yang tak boleh dilupakan begitu saja.
Namun, aksi memperingati peristiwa bersejarah itu justru berujung pada penangkapan. Sebanyak 93 orang diamankan oleh pihak kepolisian, bersama 43 unit sepeda motor yang turut disita. Hal ini disampaikan oleh Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Muhammad Firdaus, yang menyebutkan bahwa penangkapan dilakukan karena adanya dugaan penganiayaan terhadap anggota kepolisian. Tercatat tujuh polisi mengalami luka dalam insiden tersebut.
Meski demikian, Firdaus belum menjelaskan secara rinci identitas para demonstran yang diamankan maupun kronologi lengkap terjadinya bentrokan. Sementara itu, seluruh massa aksi telah dibawa ke Mapolda Metro Jaya untuk proses lebih lanjut.
Dari pihak mahasiswa, Teguh, yang menjabat sebagai Penanggung Jawab Sementara Menteri Luar Negeri Kepresidenan Mahasiswa Universitas Trisakti, memberikan keterangan berbeda. Menurutnya, sekitar 50 mahasiswa dari Universitas Trisakti yang turut serta dalam aksi tersebut ikut ditangkap. Bahkan, Presiden Mahasiswa MM Trisakti, Faiz Nabawi Mulya, juga termasuk di antara mereka yang diamankan.
Aksi ini bukan sekadar protes biasa. Berdasarkan surat edaran dari Kepresidenan Mahasiswa Trisakti, kegiatan tersebut dilangsungkan untuk mengenang Tragedi 12 Mei 1998—sebuah luka sejarah yang masih membekas di benak bangsa. Pada hari itu, empat mahasiswa Trisakti—Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie—menjadi martir perjuangan saat menuntut perubahan secara damai.
Semangat yang diwariskan oleh mereka masih hidup dalam diri generasi saat ini. Aksi damai yang digelar mahasiswa Trisakti bukan hanya bentuk penghormatan terhadap para pahlawan reformasi, tetapi juga sinyal bahwa idealisme belum padam, meski zaman telah berganti.
Penangkapan puluhan mahasiswa pada aksi ini membuka kembali ruang diskusi tentang bagaimana demokrasi seharusnya dijaga dan dihormati. Universitas Trisakti, dengan sejarah panjang perjuangannya, sekali lagi menjadi simbol bahwa suara mahasiswa tetap lantang menyuarakan keadilan, meskipun harus dihadapkan pada risiko tekanan dan pembungkaman.
Baca Juga
Di tengah dinamika politik dan sosial yang terus berubah, kejadian ini mengingatkan kita bahwa perjuangan reformasi belum selesai. Dan para mahasiswa, khususnya dari Universitas Trisakti, terus memainkan peran penting sebagai penjaga nurani bangsa.