Nasional

Kebijakan Menkes Dinilai Hambat Indonesia Emas 2045, Prabowo Diminta Bertindak

news.fin.co.id - 01/06/2025, 16:48 WIB

Kebijakan Menkes dinilai tak sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045, sejumlah tokoh minta Presiden Prabowo pertimbangkan reshuffle.

fin co.id - Visi Indonesia Emas 2045 yang diusung Presiden Prabowo Subianto dinilai bisa terganggu oleh sejumlah kebijakan di sektor kesehatan. Kritik ini muncul dari Sekretariat Gerakan Anti Kebohongan dan Premanisme Birokrasi di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang berisi lintas profesi seperti advokat, dokter, guru besar, hingga tenaga medis.

Dalam aksi refleksi Hari Lahir Pancasila di Tugu Proklamasi, Minggu, 1 Juni 2025, mereka menyuarakan kekhawatiran atas arah kebijakan Menkes Budi Gunadi Sadikin yang dianggap terlalu fokus pada komersialisasi layanan kesehatan.

“Kami ingin mengingatkan: apakah kita sudah benar-benar mendukung Asta Cita Presiden Prabowo? Jangan sampai premanisme birokrasi dan narasi menyesatkan justru jadi penghalang,” ujar Dr. dr. Muhammad Nasser, SpKK.

Nasser menyoroti meningkatnya kasus tuberkulosis (TBC) yang hingga Maret 2025 mencapai 1,01 juta kasus dan lebih dari 23 ribu kematian. Indonesia juga masih berada di posisi tiga besar dunia untuk jumlah penderita kusta, serta tingginya kasus penyakit menular seksual yang belum tertangani optimal.

“Jangan hanya urus alat canggih yang menguntungkan, tapi abaikan penyakit yang membunuh rakyat,” tegasnya.

Senada, Prof. Budi Iman Santoso dari FKUI menyoroti pergeseran nilai profesi dokter yang kini dipaksa berorientasi bisnis, bukan kemanusiaan.

Sementara Prof. Zainal Muttaqin dari Undip menyebut dua target layanan dasar yang gagal tercapai: prevalensi stunting masih 21,5 persen dan cakupan imunisasi dasar bayi hanya 60 persen. Padahal, generasi balita hari ini adalah tumpuan Indonesia 2045.

“Jika dibiarkan, kita bukan menuju bonus demografi, tapi bencana demografi,” ujarnya.

Mereka berharap Presiden Prabowo mempertimbangkan reshuffle Menkes demi menyelamatkan generasi emas masa depan. (*)

Sigit Nugroho
Penulis