fin.co.id - Direktur Utama (Dirut) PT Deka Sari Perkasa, P Rachmat Utama Djangkar divonis 2,6 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Semarang. Vonis Rachmat dalam perkara pengadaan barang jasa di Suku Dinas Pendidikan (Disdik) Semarang ini sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Kuasa Hukum Rachmat, Muhammad Arif Sulaiman menegaskan, di mana klien kami sangat kooperatif. Dari awal tidak juga mengajukan praperadilan karena mengigat ribuan karyawan yang bekerja padanya harus dinafkahi melalui perusahaanya.
Sehingga diikuti semua dengan baik dan menjunjung proses hukum tanpa ada hal-hal yang memperlambat proses hukum.
"Putusan sama seperti tuntutan jaksa, 2,6 tahun. Putusan ini agak aneh dan mengejutkan. Diputusan ada pertimbangkan meringankan tapi di amar putusan malah enggak ringan," kata Arif Sulaiman kepada wartawan, Senin, 30 Juni 2025.
Menurut dia, vonis kliennya itu harusnya bisa lebih ringan. Karena, kata dia, kliennya sudah berbuat kooperatif untuk membantu penegak hukum menyelidiki kasus ini.
"Hal yang meringankan, koperatif, sudah menyetorkan uang dugaan tindak pidana ke KPK secara sukarela untuk dijadikan barang bukti. Memiliki tanggungan keluarga," ujarnya.
Arif Sulaiman merasa tidak fair sejumlah bukti dan saksi semua menyatakan tidak ada seperpun pemberian sesuatu dari klien kami, dari sisi fakta persidangan dan pertimbangan putusan yang dibacakan majelis hakim. Karena, kata dia, tidak ada bukti yang mengara kepada kliennya terkait suap terhadap mantan Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya sekaligus mantan Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah (Jateng), Alwin Basri.
Baca Juga
"Yang pertama sudah jelas dari pledoi yang kami bacakan bahwa tidak ada pemberian atau penyerahan dari klien kami kepada Ibu Ita dan Pak Alwi, artinya belum ada tindak pidana itu terjadi," kata Arif.
Dia menegaskan, keanehan itu karena dalam putusan ada hal yang meringankan tetapi dalam amar putusan tidak ada. "Hakim menyatakan hal yang meringankan dalam putusannya tetapi dalam amar putusan terkait hukuman tidak ada pengurangan sama sekali itu yang nilai tidak berkeadilan ," pungkasnya.
Dia mengatakan, kliennya telah mengakui kesalahan karena pernah ada niat memberikan uang kepada alwi. Namun, sambungnya, kesalahan yang diakuinya terebut secara hukum tidak terbukti sebagai niat yang ditindaklanjuti sebagai perbuatan sehingga belum dilakukan pemberian atau penyuapan.
"Atas dasar kesadaran hukum terdakwa (Rachmat) yang diidasarkan penjelasan penyidik, terdakwa telah menyetorkan uang sejumlah Rp1,750 miliar secara bertahap sebanyak 5 kali ke rekening Penampung KPK dalam perkara a quo," pungkasnya.
Kuasa Hukum Rachmat, Muhammad Arif Sulaiman. Foto: Istimewa