fin.co.id - Gelombang unjuk rasa dan aksi mogok kembali mengguncang Prancis pada Kamis 18 September 2025. Laporan BFM TV menyebutkan jumlah orang yang ditangkap melonjak cepat hingga mencapai 99 orang hanya dalam waktu lima jam. Dari jumlah tersebut, 15 orang diamankan di Paris. Angka ini meningkat tajam dibandingkan 30 penangkapan yang sempat tercatat pada Kamis dini hari.
Di Lyon, bentrokan antara demonstran dengan aparat kepolisian menyebabkan dua orang terluka, yaitu seorang jurnalis dan seorang polisi. Insiden itu terjadi setelah polisi mendapat serangan berupa proyektil dan tembakan mortir.
Sementara itu, sekitar 50 pengunjuk rasa sempat memasuki kompleks Kementerian Ekonomi. Namun, mereka meninggalkan area tersebut hanya beberapa menit kemudian.
Sekretaris Jenderal Serikat Buruh CGT, Sophie Binet, yang hadir dalam aksi di Paris, menegaskan bahwa mobilisasi kali ini “sudah berhasil,” dengan jumlah peserta lebih dari 400 ribu orang.
Kementerian Pendidikan juga mencatat 23 sekolah sepenuhnya terblokir, 52 sekolah mengalami blokade sebagian, dan sekitar 17 persen guru ikut mogok. Di Marseille, jumlah massa mencapai 13 ribu orang, sedangkan di Lyon sebanyak 20 ribu demonstran turun ke jalan.
Menteri Dalam Negeri Bruno Retailleau menyatakan bahwa blokade yang terjadi “tidak seintens yang diperkirakan pada pagi harinya.”
Untuk menjaga ketertiban, Kementerian Dalam Negeri menyiapkan lebih dari 80 ribu aparat kepolisian dan polisi militer di seluruh Prancis. Dukungan tambahan berupa kendaraan lapis baja, drone, serta meriam air juga dikerahkan. Bahkan, sebanyak 24 kendaraan lapis baja Centaure dan sekitar sepuluh peluncur air disiagakan—sesuatu yang belum pernah terlihat sejak aksi besar Rompi Kuning.
Baca Juga
Menurut otoritas, sekitar 40 unjuk rasa serikat pekerja berlangsung di berbagai kota, dengan perkiraan hingga 800 ribu orang akan ikut serta. Aksi ini melanjutkan gelombang mobilisasi “Block Everything” pekan lalu yang melibatkan hampir 197 ribu demonstran di seluruh negeri.
Latar Belakang Politik dan Anggaran
Akar protes ini tak lepas dari rancangan anggaran kontroversial yang disusun oleh mantan Perdana Menteri Francois Bayrou. Ia sebelumnya memperkenalkan kerangka anggaran 2026 pada Juli, dengan target penghematan 44 miliar euro (sekitar Rp859 triliun) demi menekan utang publik yang kini menyentuh 113 persen PDB.
Namun, setelah Bayrou gagal mempertahankan kursinya akibat kalah dalam mosi tidak percaya pada 8 September, situasi politik semakin panas. Presiden Emmanuel Macron akhirnya menunjuk Menteri Angkatan Bersenjata Sebastien Lecornu sebagai perdana menteri baru, dengan tugas untuk melakukan konsultasi dengan berbagai partai sebelum membentuk pemerintahan.
Prancis kini menghadapi salah satu defisit anggaran terbesar di Uni Eropa, yakni 5,8 persen dari PDB. Sengketa anggaran pun kembali memunculkan ketegangan, mengingat tahun lalu kegagalan meloloskan rencana anggaran 2025 berujung pada tumbangnya pemerintahan Michel Barnier, setelah oposisi dari kubu kiri dan kanan sepakat mendukung mosi tidak percaya.
Tangkapan layar aksi demonstrasi di Prancis (X.com)