fin.co.id - Ombudsman mengungkapkan, sejak peluncuran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di awal 2025, telah terjadi 34 Kejadian Luar Biasa (KLB) terkait kasus keracunan, yang mengakibatkan ribuan siswa terdampak.
Pernyataan ini disampaikan oleh Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam konferensi pers bertajuk “Penyampaian Hasil Kajian Cepat (Rapid Assessment) Pencegahan Maladministrasi dalam Penyelenggaraan Program MBG”, yang digelar di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Selasa, 30 September 2025.
“Jika kita jumlahkan, sejak Januari hingga September 2025, telah terjadi sekitar 34 kejadian luar biasa keracunan dengan ribuan korban mayoritas anak sekolah,” kata Yeka.
Dalam paparannya, Yeka mengungkapkan beberapa daerah dengan angka korban tinggi, termasuk Kabupaten Garut, di mana 657 siswa mengalami keracunan usai menyantap makanan dari program MBG.
Yogyakarta juga mencatat angka signifikan, dengan 497 siswa terdampak. Namun, kasus terparah terjadi di Bandung Barat dengan jumlah korban mencapai 1.333 siswa.
Lebih lanjut, Yeka menyebut bahwa kejadian serupa juga ditemukan di berbagai wilayah lain, termasuk 539 kasus di Lebong, Bengkulu, 529 di antaranya adalah siswa sekolah. Di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, sebanyak 276 siswa mengalami keracunan akibat ikan cakalang yang tercemar.
Di Bogor, ratusan siswa Sekolah Percontohan Bina Insani juga dilaporkan mengalami gejala serupa, hingga ditetapkan sebagai KLB. Sementara di Belitung, makanan yang terlambat didistribusikan dan menjadi basi menyebabkan puluhan siswa jatuh sakit.
Baca Juga
“Catatan serupa juga muncul di berbagai daerah. Di Lebong Bengkulu, misalnya 539 orang mengalami keracunan, 529 di antaranya anak sekolah. Di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, 276 siswa terdampak akibat ikan cakalang yang tercemar,” jelas Yeka.
“Di Bogor, pada Sekolah Percontohan Bina Insani, ratusan siswa mengalami gejala serupa hingga ditetapkan sebagai kejadian luar biasa. Sementara di Belitung, Bangka Belitung, puluhan siswa sakit karena makanan yang terlambat didistribusikan sehingga basi,” lanjutnya.
Yeka menyampaikan bahwa kejadian-kejadian ini harus menjadi pelajaran penting bagi Badan Gizi Nasional (BGN) selaku pelaksana program MBG. Ia menekankan perlunya penguatan dalam sistem pengawasan mutu, proses pengolahan, dan distribusi makanan.
“Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan peringatan bahwa pengawasan mutu, pengolahan, dan distribusi makanan masih memiliki celah yang serius. Kita juga tidak boleh menutup mata terhadap kemungkinan adanya gangguan yang menghambat keberhasilan program ini,” tuturnya.
Yeka menekankan bahwa insiden-insiden tersebut seharusnya menjadi pemicu perbaikan sistem dan tata kelola program secara menyeluruh.
“Namun, setiap peristiwa harus kita maknai sebagai alarm korektif. Setiap anak yang terdampak adalah pengingat bahwa negara berkewajiban memperbaiki tata kelola agar kejadian serupa tidak berulang,” pungkasnya.
Menanggapi situasi ini, Kementerian Kesehatan telah menggelar rapat koordinasi terbatas untuk merespons KLB yang terjadi dalam program MBG. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa pihaknya sedang menyiapkan tenaga ahli gizi guna mendukung kelancaran pelaksanaan program.
“Ahli gizinya sedang saya persiapkan untuk sementara akan kita bantu dari Kemenkes,” ujar Budi pada Minggu, 28 September 2025.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika. Foto: Ayu Novita