fin.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan untuk tidak menahan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau, Ferry Yunanda, yang sebelumnya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT), Senin, 3 November 2025.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan, Ferry masih berstatus sebagai saksi karena penyidik belum menemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkannya sebagai tersangka.
“Kami masih memperdalamnya. Setelah ini, nanti ke depan akan semakin banyak informasi yang kita peroleh. Tadi disampaikan oleh pimpinan (Johanis Tanak), kami hanya punya waktu 1x24 jam untuk menentukan siapa yang statusnya saksi atau tersangka,” ujar Asep, Rabu, 5 November 2025.
Asep menegaskan, sesuai KUHAP, KPK memiliki batas waktu 1x24 jam setelah OTT untuk menentukan status hukum pihak-pihak yang diamankan.
“Jadi, harus benar-benar terpenuhi dulu kecukupan alat buktinya baru kita tetapkan,” imbuhnya.
Meski belum ditetapkan tersangka, Asep memastikan penyidik akan terus melakukan pendalaman. Ia tidak menutup kemungkinan ada pihak lain yang akan dimintai pertanggungjawaban hukum dalam perkembangan penyidikan berikutnya.
“Yang masih belum (tersangka) gapapa, nanti kan sambil yang tiga (tersangka) ini berjalan, sambil juga kita cari. Nanti kalau kita temukan alat bukti cukup, tinggal kita naikkan saja,” katanya.
Baca Juga
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait penambahan anggaran tahun 2025 di lingkungan Dinas PUPR PKPP Riau, yakni Gubernur Riau Abdul Wahid, Tenaga Ahli Gubernur Dani M. Nursalam, dan Kepala Dinas PUPR PKPP M. Arief Setiawan. Ketiganya kini ditahan selama 20 hari pertama hingga 23 November 2025.
Dalam konstruksi perkara yang diungkap Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Ferry Yunanda disebut memiliki peran sentral dalam pengumpulan uang “fee proyek”. Pada Mei 2025, Ferry disebut mengadakan pertemuan dengan enam Kepala UPT Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP Riau untuk membahas kesanggupan memberikan fee 2,5 persen kepada Abdul Wahid.
Namun, Kepala Dinas M. Arief Setiawan yang mewakili Abdul Wahid meminta peningkatan fee menjadi 5 persen atau sekitar Rp7 miliar, yang di lingkungan dinas dikenal sebagai “jatah preman.”
Apabila permintaan itu tak dipenuhi, terdapat ancaman mutasi atau pencopotan jabatan. Setelah kesepakatan tercapai, Kepala UPT dan pejabat dinas melaporkan hasilnya menggunakan kode “7 batang.”
KPK mengungkap bahwa tiga kali setoran dilakukan pada Juni, Agustus, dan November 2025, dengan Ferry Yunanda berperan sebagai pengepul dana dari para Kepala UPT pada dua setoran pertama.
(Ayu Novita)
KPK Tahan Gubri Abdul Wahid 20 hari usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan - Ayu Novita -