Hukum dan Kriminal

JAM-Pidum Setujui 12 Perkara Restorative Justice, Termasuk Kasus Pencurian di Jakarta Pusat

news.fin.co.id - 04/03/2025, 13:59 WIB

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana

fin.co.id - Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana telah menyetujui penyelesaian 12 perkara pidana dengan mekanisme Restorative Justice. Keputusan ini diambil dalam ekspose virtual yang digelar pada Selasa, 4 Maret 2025.

Kasus Pencurian di Jakarta Pusat Diselesaikan dengan Restorative Justice

Salah satu kasus yang diselesaikan adalah perkara pencurian yang melibatkan tersangka Rizky Mauludin dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Rizky diduga melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian.

Berdasarkan kronologi kejadian, pencurian ini terjadi pada 1 Januari 2025, sekitar pukul 13.42 WIB. Tersangka melihat sebuah handphone Samsung A14 milik korban Nur’aini Sungkar tergeletak di bangku depan sebuah warung di Jalan Kramat Pulo Gundul, Jakarta Pusat.

Melihat kesempatan tersebut, tersangka mengambil ponsel tersebut tanpa izin pemiliknya. Keesokan harinya, handphone tersebut dijual kepada seseorang bernama Gepeng (DPO) seharga Rp400.000, yang kemudian digunakan untuk keperluan pribadi.

Advertisement

Korban mengalami kerugian sebesar Rp2.600.000 akibat perbuatan tersangka. Namun, dalam proses mediasi, tersangka mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada korban. Sebagai bentuk pertanggungjawaban, tersangka mengganti rugi sebesar Rp2.500.000 kepada korban. Berdasarkan kesepakatan damai ini, proses hukum dihentikan dengan persetujuan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

11 Perkara Lain yang Disetujui dengan Restorative Justice

Selain kasus pencurian di Jakarta Pusat, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian 11 perkara pidana lainnya melalui mekanisme Restorative Justice. Beberapa di antaranya adalah:

  • Kasus Penganiayaan – Kejaksaan Negeri Minahasa dan Kejaksaan Negeri Palangkaraya.
  • Kasus Pencurian dengan Pemberatan – Kejaksaan Negeri Bima.
  • Kasus Penadahan – Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
  • Kasus Penipuan – Kejaksaan Negeri Lombok Timur.
  • Kasus Pengeroyokan dan Perusakan – Kejaksaan Negeri Lombok Timur.
  • Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga – Kejaksaan Negeri Rote Ndao, Flores Timur, dan Bintan.

Menurut JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice diberikan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, di antaranya:

  • Proses perdamaian telah dilakukan dan korban memaafkan tersangka.
  • Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya.
  • Ancaman hukuman tidak lebih dari 5 tahun penjara.
  • Perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan.
  • Kasus ini tidak membawa manfaat besar jika dilanjutkan ke persidangan.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020, serta Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022,” ujar JAM-Pidum.

Penerapan Restorative Justice ini mendapat respons positif dari masyarakat karena dinilai lebih mengedepankan keadilan yang berorientasi pada pemulihan, bukan sekadar hukuman. (*)

Advertisement

Sigit Nugroho
Penulis