fin.co.id - Sosok diduga sebagai gembong mafia minyak di balik skandal korupsi PERTAMINA kini terungkap. Dia adalah Widodo Ratanachaitong, pemilik TIS Petroleum (Asia) Pte Ltd dan Kernel Oil Pte Ltd, yang disebut sebagai aktor utama dalam suap dan kolusi di sektor migas.
Hal ini terungkap setelah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama LP3HI dan ARUKKI melakukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) terkait penanganan kasus korupsi di SKK Migas dan PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang mangkrak.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mendesak KPK agar bertindak tegas dalam menuntaskan kasus tersebut.
"Kami mendesak KPK segera menetapkan Widodo sebagai tersangka. Jangan sampai pelaku utama pemberi suap dibiarkan bebas sementara penerima suap sudah dihukum bertahun-tahun," tegas Boyamin, Selasa 18 Maret 2025 seperti dilansir dari Akurat.com.
"Widodo bukan nama baru dalam skandal migas. Dia sudah disebut dalam kasus suap SKK Migas, tetapi sampai sekarang belum pernah dijadikan tersangka. Ini menimbulkan pertanyaan besar, ada apa dengan KPK?" kata Boyamin.
Meski namanya jelas disebut dalam dakwaan dan pertimbangan putusan hakim, hingga kini Widodo Ratanachaitong tidak pernah dijadikan tersangka oleh KPK.
Baca Juga
Gugatan MAKI berkaitan dengan kasus suap yang menjerat mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini. Rudi tertangkap tangan menerima suap sebesar USD 900 ribu dan SGD 200 ribu dari Kernel Oil Pte Ltd, yang diwakili oleh Simon Gunawan Tanjaya, pada 13 Agustus 2013. Rudi kemudian divonis 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada April 2014.
MAKI juga mengungkap dugaan korupsi yang melibatkan perusahaan TIS Petroleum (Asia) Pte Ltd.
Perusahaan ini diduga menyuap pejabat di sebuah perusahaan daerah di Riau untuk mendapatkan hak eksklusif atas minyak mentah Minas tanpa melalui proses tender.
Pada 2024, TIS berhasil memperoleh minyak mentah Minas dari BSP meskipun tidak dapat menerbitkan letter of credit (LC) untuk pembayaran kargo November dan Desember 2024.
Selain itu, TIS terlambat sembilan hari dalam melakukan pembayaran, namun tetap memperoleh kontrak untuk 2025 tanpa melalui tender.
Skema serupa diduga digunakan dengan PT Saka Energy, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara (PGN), di mana TIS mendapatkan kontrak jangka panjang (2023-2025) tanpa tender tahunan, meskipun gagal membayar uang muka sebesar USD 31 juta kepada Saka pada 2024.
“Ini tidak masuk akal, kecuali ada permainan di balik layar. Negara dirugikan karena Pertamina terpaksa mengimpor minyak lebih mahal akibat praktik-praktik curang ini,” kata Boyamin.
Gugatan praperadilan lainnya yang diajukan MAKI terkait dugaan korupsi di PT Petral.