Hukum dan Kriminal

Hak Prerogatif Presiden: Ini Perbedaan Abolisi dan Amnesti di Balik Kasus Hasto dan Tom Lembong

news.fin.co.id - 02/08/2025, 15:23 WIB

Timbangan hukum (AI)

fin.co.id - Pemberian amnesti dan/atau abolisi oleh Presiden Republik Indonesia kembali menjadi sorotan publik setelah muncul perdebatan mengenai kewenangan presiden dalam memberikan pengampunan terhadap individu atau kelompok tertentu yang tengah berhadapan dengan hukum. Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi terhadap mantan Mendag Tom Lembong dan amnesti untuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Menurut Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Frasa "memperhatikan pertimbangan" ini secara yuridis mengindikasikan bahwa keputusan Presiden dalam hal ini tidak bersifat mutlak, melainkan harus mendapat legitimasi politik dari lembaga legislatif.

Pengertian dan Perbedaan Amnesti dan Abolisi

Secara yuridis, amnesti, dan abolisi keduanya merupakan bentuk pengampunan yang termasuk dalam hak prerogatif presiden. Namun keduanya memiliki perbedaan mendasar, baik dari segi sifat maupun akibat hukumnya.

Amnesti:

Diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi dan Rehabilitasi (meskipun substansinya lebih merujuk pada praktik konstitusional).

Merupakan penghapusan akibat hukum terhadap tindak pidana tertentu yang dilakukan oleh sekelompok orang, biasanya bersifat politik, dan diberikan sebelum atau sesudah proses peradilan.

Abolisi:

Merupakan penghentian proses hukum terhadap perkara pidana tertentu yang biasanya masih dalam tahap penyidikan atau penuntutan.

Penerima abolisi tidak perlu menjalani proses hukum lebih lanjut, dan perkara dianggap tidak dapat dilanjutkan.

Dasar Hukum dan Pembatasannya

Selain Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, regulasi teknis mengenai amnesti dan abolisi belum memiliki peraturan perundang-undangan tersendiri, sebagaimana grasi diatur dalam UU No. 22 Tahun 2002. Namun dalam praktik ketatanegaraan, pengajuan amnesti dan abolisi harus diajukan oleh Menteri Hukum dan HAM kepada Presiden, yang selanjutnya menyampaikan kepada DPR untuk dimintakan pertimbangan.

Dalam kasus yang kini sedang menjadi sorotan, sebagian pihak menilai bahwa pemberian pengampunan tanpa proses pertimbangan publik dan asas transparansi dapat mengaburkan prinsip equality before the law sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Sementara itu, ahli hukum pidana dan tata negara mengingatkan bahwa asas non-diskriminatif dalam pemberian pengampunan harus dijaga. Tidak semua pelanggaran hukum dapat atau layak diberi abolisi atau amnesti, terutama jika menyangkut kejahatan berat atau pelanggaran hak asasi manusia yang bersifat sistemik.

Menurut KBBI, amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Sementara abolisi adalah peniadaan peristiwa pidana.

Mihardi
Penulis