Politik

Dorongan DPR untuk Percepatan Pembangunan Energi Terbarukan di Indonesia

news.fin.co.id - 05/08/2025, 14:32 WIB

Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari.

fin.co.id - Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari mendesak pemerintah untuk mengambil langkah serius dan progresif dalam mempercepat pengembangan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) di tanah air. Ia menyatakan, pencapaian target bauran energi nasional sebesar 35 persen dari EBT seharusnya tidak perlu menunggu hingga tahun 2030, namun bisa diwujudkan lebih cepat.

“Target 35 persen pembangkit EBT jangan terus-menerus dijadikan visi jangka panjang tanpa upaya percepatan yang konkret. Kalau memang serius, pemerintah harus bisa mewujudkannya mulai tahun ini," ujar Ratna Juwita di Jakarta, Selasa, 5 Agustus 2025.

Ratna juga menegaskan, kesiapan teknologi, ketersediaan sumber daya, serta komitmen politik telah ada. Menurutnya, tantangan saat ini terletak pada kemauan dan kebijakan yang perlu diarahkan ke arah yang lebih progresif.

Lebih jauh, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyoroti urgensi percepatan pembangunan EBT sebagai bagian dari tanggung jawab menghadapi krisis iklim global dan sebagai langkah strategis untuk menjamin ketahanan energi nasional di masa depan.

Ia juga memaparkan bahwa potensi EBT di Indonesia sangat melimpah, mulai dari panas bumi, tenaga surya, angin, air, hingga bioenergi. Namun, menurutnya, potensi ini belum dimanfaatkan secara maksimal.

"Negara kita sangat kaya akan potensi EBT. Tapi selama ini justru yang banyak dibangun masih dominan energi fosil. Kalau kita mau menjaga lingkungan, menekan emisi karbon, dan menjamin kemandirian energi, maka pembangunan pembangkit EBT harus diprioritaskan, bukan sekadar wacana," imbuhnya.

Ia bahkan mendorong pemerintah untuk memberikan tantangan kepada Danantara, super holding BUMN, agar bisa mulai membangun pembangkit EBT yang kompetitif dalam waktu dekat.

"Bahkan menurut saya ini kesempatan bagus untuk pemerintah jika mau men - challenge Danantara. Mintalah super holding ini untuk mendirikan pembangkit EBT yang kompetitif di tahun depan. Itu akan sangat menarik," sambungnya.

Ratna juga mengingatkan bahwa lambatnya transisi energi bisa menimbulkan risiko besar bagi pembangunan nasional di masa mendatang. Karena itu, ia meminta Kementerian ESDM, PLN, serta lembaga terkait lainnya untuk mengambil langkah-langkah strategis, termasuk melakukan terobosan kebijakan dan mengalokasikan kembali anggaran demi memastikan pembangunan pembangkit EBT berlangsung secara luas dan merata.

“Kita tidak bisa lagi bekerja dengan pendekatan business as usual. Harus ada reformasi kebijakan energi nasional agar EBT benar-benar menjadi tulang punggung ketahanan energi kita. Dan itu harus mulai dibuktikan tahun ini, bukan ditunda sampai 2030,” tegasnya.

Di sisi lain, PLN Indonesia Power (PLN IP) mencatat telah mengelola pembangkit EBT dengan kapasitas total lebih dari 2.300 Megawatt (MW).

Direktur Utama PLN IP, Benardus Sudarmanta, menyampaikan bahwa pihaknya terus melakukan berbagai langkah nyata, termasuk cofiring biomassa pada pembangkit batu bara, pengembangan PLTS dan PLTA, serta penerapan teknologi Digital Power Plant (DPP) untuk meningkatkan efisiensi dan pengendalian operasional secara waktu nyata.

"PLN Indonesia Power tidak hanya membangun pembangkit, kami membangun masa depan. Energi yang kami hasilkan hari ini adalah fondasi bagi kemajuan Indonesia esok hari. Di usia kemerdekaan yang ke-80 ini, kami mengambil peran lebih besar: memastikan energi menjadi enabler utama bagi Indonesia menjadi negara maju," ujar Benardus.

(Ayu Novita)

Mihardi
Penulis