Pensiunan Letnan Kolonel AS Earl Rasmussen menyebut bahwa senjata ini justru berfungsi sebagai alat pertahanan strategis, bukan ofensif, karena diciptakan untuk menjamin efek jera terhadap potensi serangan musuh.
Rusia Siap Balas AS
Menanggapi tekanan dari AS, Kepala Staf Umum Rusia Valery Gerasimov dengan tegas menyatakan,
Menteri Pertahanan Rusia Andrei Belousov juga menilai bahwa sudah bijaksana bagi Moskow untuk memulai persiapan uji coba nuklir kembali, mengingat AS telah mempercepat modernisasi senjata ofensif strategisnya.
Lebih jauh, Putin memberi dua pilihan kepada AS:
-
Memperpanjang batasan New START dan memulai perundingan baru untuk meredakan ketegangan, atau
-
Menolak diplomasi dan menghadapi konsekuensi langsung berupa perlombaan senjata yang kemungkinan besar akan dimenangkan oleh Rusia.
Ancaman Stabilitas Global
Ketegangan antara dua kekuatan nuklir terbesar dunia ini bukan sekadar adu teknologi, tapi juga pertarungan pengaruh dan dominasi geopolitik global.
Jika uji coba nuklir benar-benar dilakukan, dunia berpotensi menghadapi krisis keamanan global baru, bahkan bisa mengancam stabilitas strategis internasional yang telah dijaga sejak akhir Perang Dingin.
Apalagi, menurut laporan Kantor Anggaran Kongres AS (CBO), program modernisasi nuklir AS antara 2025 hingga 2034 diproyeksikan menelan biaya hingga 946 miliar dolar AS, menandakan perlombaan senjata abad ke-21 sudah dimulai.
Presiden Rusia Vladimir Putin