Politik . 10/11/2025, 22:36 WIB
Penulis : Mihardi | Editor : Mihardi
fin.co.id - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, menyoroti langkah pemerintah yang menetapkan Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional. Ia menilai keputusan tersebut sebaiknya dikaji lebih dalam dengan mempertimbangkan dimensi moral, etika, dan rekam sejarah, terutama terkait dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa Orde Baru.
Menurut Andreas, pemberian gelar Pahlawan Nasional bukan sekadar bentuk penghormatan, melainkan juga sarana membangun kesadaran kebangsaan yang berpijak pada nilai-nilai keadilan dan integritas.
"Oleh karena itu, keputusan yang menyangkut figur publik dengan catatan sejarah pelanggaran HAM seperti Soeharto harus ditempatkan dalam kerangka objektivitas moral dan etik bernegara demi menjaga harkat dan martabat pendidikan kebangsaan," ujar Andreas Hugo Pareira dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin, 10 November 2025.
Politikus PDI Perjuangan itu juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penetapan gelar Pahlawan Nasional. Menurutnya, keterbukaan menjadi faktor utama untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
"Masyarakat berhak mengetahui bagaimana sebuah nama diajukan, apa kontribusi yang menjadi dasar pengakuan, dan sejauh mana peran tersebut memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi bangsa dan negara," jelasnya.
Lebih lanjut, Andreas mengingatkan agar pemerintah memastikan proses penetapan gelar tersebut tidak disusupi kepentingan politik. Ia menegaskan, mekanisme seleksi dan verifikasi harus berpijak pada kriteria objektif sesuai ketentuan perundang-undangan.
Ia menambahkan, langkah tersebut penting agar penghargaan tertinggi bagi para tokoh bangsa tetap memiliki bobot moral dan nilai historis di mata publik.
"Bagaimana sebuah nama diajukan, apa kontribusi yang menjadi dasar pengakuan, dan sejauh mana peran tersebut memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi bangsa dan negara,” ungkapnya.
(Fajar Ilman)
PT.Portal Indonesia Media