Intinya:
- Kontras Cita-Cita dan Perubahan Sikap: F memiliki dua cita-cita yang kontras, yaitu ingin menjadi anggota TNI (menurut ayahnya) atau menjadi seniman/pelukis kartun (menurut Baisem). Baisem menduga perubahan sikap dan pelarian F ke game online ekstrem terjadi karena tekanan di lingkungan sekolah (dijauhi teman) yang membuatnya sangat tertekan.
- Firasat Aksi: Kebiasaan Cium Tangan yang Kembali: Firasat tragis terlihat dari perubahan kebiasaan F. Kebiasaan F untuk mencium tangan (bersalaman) sebelum berangkat sekolah sempat hilang selama sebulan, namun kebiasaan tersebut kembali dilakukan F tepat pada hari H ledakan sebelum ia diantar ayahnya.
- Dua Ransel dan Alibi Palsu: Pada pagi hari kejadian, F terlihat membawa dua ransel. Ketika ditanya Baisem, F memberikan alibi bahwa tas kedua berisi perlengkapan untuk acara di MOI (Mall of Indonesia) sepulang sekolah, padahal ransel tersebut diduga berisi bom rakitan. Kedatangan polisi pukul 14.30 WIB membuat Baisem terkejut karena ia tidak menyangka anak yang dikenal ramah itu adalah terduga pelaku.
72 Jakarta! Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) berinisial F (17) ternyata menyimpan cita-cita mulia, mulai dari ingin mengabdi sebagai TNI hingga menjadi seniman pelukis kartun. Namun, kesaksian rekan serumah, Baisem, mengungkap adanya firasat menyedihkan: F yang dikenal pendiam diduga mengalami tekanan sosial parah dan melarikan diri ke game online ekstrem, ditandai dengan kembalinya kebiasaan cium tangan tepat sebelum ia membawa dua ransel misterius ke sekolah.
fin.co.id – Kisah Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) berinisial F (17), terduga pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta, semakin kompleks. Kontras tajam antara cita-cita masa lalunya dengan aksi ekstrem yang ia lakukan kini menjadi sorotan. F ternyata pernah menyimpan dua impian yang sangat berbeda: ingin menjadi anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia), atau menjadi seorang seniman (pelukis).
Fakta ini diungkapkan oleh Baisem (55), rekan kerja orang tua F yang tinggal serumah dengannya di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Baisem menceritakan bahwa F pernah berbincang dengan ayahnya, menyampaikan keinginannya untuk mengabdi sebagai ABRI. Namun, saat bercerita dengan Baisem, F justru mengaku lebih tertarik menjadi pelukis, karena ia memang hobi menggambar kartun jejepangan.
"Kalau ke saya sih waktu itu pernah bilang (mau jadi pelukis). Dia kan sebenernya hobi melukis kartun," ungkap wanita asal Banjarnegara ini, dikutip Selasa, 11 November 2025. Sayangnya, anak yang dikenal pendiam ini tidak pernah berbagi cerita apapun tentang masalah di sekolahnya, sehingga aksinya yang nekat ini membuat semua orang terkejut.
Dugaan Tekanan Sosial dan Pelarian ke Game Online
Baisem menduga kuat perubahan drastis pada diri F terjadi karena tekanan di lingkungan sekolah atau sosialnya. Ia meyakini, tekanan pertemanan bisa sangat berat bagi remaja, apalagi bagi anak yang pendiam dan tertutup seperti F.
“Namanya anak sudah remaja, terus dijauhi teman, itu paling berat. Jadi akhirnya dia lari ke main game yang enggak benar lah,” ungkap Baisem. Dugaan pelarian ke game online ekstrem ini menjadi fokus utama mengapa remaja dengan potensi artistik bisa berakhir melakukan tindakan kriminal dengan bom rakitan.
Baca Juga
Baisem bahkan sempat menanyakan langsung kepada ayah F, apakah anaknya pernah bercerita ada masalah di sekolah, namun sang ayah menjawab singkat, "Ora (tidak)." Keterkejutan Baisem sangat beralasan, karena selama ini F dikenal sebagai anak yang sopan dan ramah di rumah.
Firasat Tragis: Kebiasaan Cium Tangan yang Kembali
Perilaku F menjelang hari kejadian menyimpan firasat yang mengharukan. Baisem menceritakan, F biasanya selalu berpamitan dengan cara bersalaman atau mencium tangan sebelum berangkat sekolah. Namun, kebiasaan baik itu mendadak menghilang selama sebulan terakhir. "Iya sebulan gak salim (cium tangan)," ujar Baisem.
Tepat pada hari H ledakan, kebiasaan cium tangan itu justru kembali. Pagi itu, F mendekati Baisem, berpamitan seperti biasa, sebelum diantar ayahnya ke sekolah. "Lah kemarin, hari H-nya itu salaman. Pamit. Salaman begini (cium tangan), salim," tutur Baisem, memeragakan gestur tersebut.
Di pagi yang sama, Baisem juga melihat F membawa dua ransel. Saat ditanya, F berdalih tas kedua itu akan digunakan untuk acara di MOI (Mall Of Indonesia) sepulang sekolah. Baisem tidak memeriksa isi tas tersebut, yang belakangan diketahui berisi bom rakitan. Ketika polisi datang ke rumah pukul 14.30 WIB, Baisem baru menyadari anak yang baru saja berpamitan dengannya adalah terduga pelaku ledakan. Firasat dan pengakuan Baisem kini menjadi bukti kunci psikologis yang dimiliki F sebelum beraksi. - Candra Pratama/Disway -
Foto temuan senjata di lokasi ledakan (Dokumen Istimewa)