fin.co.id – Kabar kelangkaan gas LPG 3 kg atau gas melon semakin mengemuka di tengah masyarakat.
Namun, isu ini memicu spekulasi liar di media sosial, terutama terkait dengan dugaan adanya pengalihan isu dari kontroversi besar lainnya, yaitu proyek Pagar Laut.
Apakah benar kelangkaan LPG ini hanya taktik untuk menutupi sesuatu yang lebih besar?
Perdebatan dimulai setelah sejumlah warganet di platform media sosial X menyampaikan kecurigaan mereka.
Seorang advokat, Dusru Mulya, menulis, "Elpiji 3 kg tiba-tiba meledak. Mungkinkah ini hanya untuk menutupi suara ledakan Pagar Laut?"
Kecurigaan ini semakin kuat ketika pegiat media sosial, Sudarsono Saidi, menyebutkan bahwa kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia terkait gas elpiji bisa jadi dimaksudkan untuk melindungi Presiden Jokowi dan PT Agung Sedayu Group (Aguan), yang disebut-sebut terlibat dalam proyek reklamasi Pagar Laut.
Polemik mengenai proyek reklamasi Pagar Laut, yang melibatkan sejumlah pihak besar, sempat memicu kegaduhan. Beberapa pihak menganggap adanya upaya untuk "menutupi" kontroversi ini dengan isu kelangkaan LPG 3 kg.
Baca Juga
"Bahlil menyelamatkan Jokowi dan Aguan. Kebijakan tata niaga gas elpiji telah menghebohkan masyarakat hingga lupa akan Pagar Laut," ungkap Sudarsono, mempertegas dugaan pengalihan isu tersebut.
Tidak hanya Sudarsono, beberapa warganet lainnya juga berbagi pandangan serupa. Mereka merasa bahwa hebohnya kelangkaan elpiji ini merupakan cara untuk mengalihkan perhatian publik dari Pagar Laut, yang kini tengah menjadi sorotan.
Ketika kegaduhan semakin meluas, Presiden Prabowo Subianto pun bergerak cepat. Ia memberikan instruksi kepada Menteri ESDM untuk segera membuka kembali jalur distribusi LPG 3 kg kepada pengecer.
Keputusan Presiden Prabowo ini, yang diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, turut mencuatkan pertanyaan lebih lanjut.
Dasco mengonfirmasi langkah tersebut melalui akun X-nya, menyatakan bahwa Presiden telah menginstruksikan agar pengecer dapat menjual kembali LPG 3 kg, dengan catatan untuk menertibkan distribusi melalui agen sub pangkalan secara parsial.
Tindakan cepat ini muncul setelah kebijakan Bahlil yang sempat menimbulkan kekacauan di masyarakat. Bahkan, seorang lansia meninggal dunia akibat kerumunan saat antre untuk membeli gas LPG 3 kg di Pamulang, Tangerang Selatan.
Tentu saja, kejadian tragis ini memicu gelombang protes dari masyarakat yang merasa terpinggirkan oleh kebijakan yang dinilai tidak bijaksana.
Sekarang, pertanyaannya adalah: Apakah kelangkaan LPG 3 kg ini benar-benar masalah logistik atau hanya isu buatan untuk mengalihkan perhatian dari proyek reklamasi Pagar Laut yang melibatkan pihak-pihak besar? Atau adakah faktor lain yang menyebabkan masalah gas melon ini? Apapun jawabannya, jelas bahwa isu kelangkaan LPG 3 kg sudah menciptakan kegaduhan sosial yang belum usai.