fin.co.id - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) Abdul Kadir Karding bakal segera menyepakati nota kesepahaman terkait pengiriman pekerja imigran ke Arab Saudi dalam waktu dekat. Hal itu akan dilakukan pada 20 Maret 2025.
"Insya Allah dalam waktu dekat ini penandatanganan MoU akan dilakukan pada 20 Maret 2025," kata Karding di Tangerang, Banten, Sabtu 15 Maret 2025.
Karding mengatakan, rencana dimulainya kembali pengiriman pekerja migran Indonesia akan melibatkan 600 orang. Dari jumlah tersebut, kata dia, sekitar 60 persen bekerja di sektor domestik seperti ART. Sementara sekitar 40 persen berada di sektor formal.
"Jadi sektor pekerjaannya terbagi dua. Sekitar 60 persen domestik yang terlatih dan kita sudah siapkan skema pelatihannya. Dan 40 persennya adalah skill di pekerja formal, itu perjanjian kita sama mereka," terangnya.
Karding menyebutkan, pengiriman pekerja migran ini nantinya bakal disahkan melalui kerja sama bilateral antar negara yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi dalam waktu dekat.
Selain itu, dalam kesepakatan kerjasama tersebut para pekerja migran Indonesia akan mendapat upah minimum yang diterima dengan nilai terendah 1.500.000 Riyal Saudi atau sebesar Rp6.300.000.
"Yang kedua, ada perlindungan asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan asuransi ketenagakerjaan. Ada pembagian waktu/jam kerja, jam lembur, dan jam istirahat," terangnya.
Baca Juga
Kemudian, lanjut Karding, selama proses kerjasama itu dilakukan, maka seluruh pekerja migran mendapat integritas data sebagai tenaga kerja resmi oleh pemerintah Arab Saudi dan Indonesia.
"Berikutnya adalah dengan terintegrasi data ini Maka yang awalnya tidak prosedural, maka jadi prosedural," ujarnya.
Dalam hal ini, Karding juga menyampaikan moratorium penempatan pekerja migran Indonesia ke Arab Saudi telah dilakukan sejak tahun 2015 sampai sekarang.
Kebijakan moratorium itu terjadi karena adanya penyelundupan ribu orang pekerja setiap tahun ke negara tujuan Arab Saudi secara ilegal atau nonprosedural. Sehingga, kasus-kasus dalam penyaluran PMI ini setiap tahunya terus meningkat.
Kendati demikian, permasalahan ini harus segera diselesaikan atau dicabut mengingat adanya potensi devisa yang masuk ke Indonesia mencapai Rp31 triliun. "Harus diketahui bahwa penyebab masalah yang dialami oleh pekerjaan migran Indonesia itu 90-95 persen karena dia berangkat secara ilegal atau nonprosedural," imbuhnya.
"Anti di sana ini ada yang namanya Musanet, itu bentuknya seperti BUMN atau lembaga ketenagakerjaan di Arab. Nanti melakukan seleksi secara ketat perusahaan atau pemberi kerja mana yang boleh diterima dan pemberi kerja ini nanti dikontrol pembayarannya harus pakai rekening," tuturnya.
(Candra Pratama)