Ekonomi

Subsidi Listrik Rp 104,97 Triliun Berpotensi Salah Sasaran

news.fin.co.id - 11/07/2025, 08:36 WIB

PT PLN (Persero) mencatat capaian signifikan dalam meningkatkan keandalan pasokan listrik sepanjang tahun 2024.

fin.co.id - Rencana Pemerintah untuk menaikkan subsidi listrik menjadi sebesar Rp 97,37 – 104,97 triliun pada tahun 2026 nanti telah sukses menuai reaksi beragam dari masyarakat. 

Pasalnya, Ekonom serta Pengamat Ekonomi juga menilai bahwa angka kenaikan tersebut dinilai sangatlah besar, yakni setara hampir 5 persen dari total belanja negara untuk kesehatan dan pendidikan di RAPBN.

Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai, kebijakan penambahan subsidi ini juga berpotensi untuk salah sasaran jika tidak dikelola dengan baik.

“Pertanyaan ini bukan sekadar menyoal angka anggaran, melainkan menyoal keadilan distribusi fiskal dan efektivitas kebijakan publik kita. Masalahnya, apakah tambahan subsidi listrik sebesar itu akan membantu mereka yang benar-benar membutuhkan yaitu masyarakat miskin dan rentan atau justru dinikmati kelompok menengah-atas yang memiliki daya beli lebih tinggi?” pungkas Achmad ketika dihubungi oleh Disway, pada Kamis 10 Juli 2025.

Kekhawatiran ini sendiri juga didasari oleh data World Bank Tahun 2017 dan Asian Development Bank Tahun 2021, yang menunjukkan 40 persen rumah tangga terkaya (desil 7–10) menikmati 50–60 persen subsidi listrik, sedangkan 40 persen rumah tangga termiskin hanya menikmati sekitar 20–25 persen subsidi.

Di sisi lain, rumah tangga miskin di wilayah rural terpencil kerap belum teraliri listrik PLN sama sekali, atau jika pun ada, konsumsinya sangat kecil sehingga subsidi yang mereka nikmati pun minimal.

“Artinya, tambahan subsidi listrik Rp 105 triliun akan dinikmati lebih besar oleh kelompok menengah-atas, meskipun bagi mereka, manfaat tambahan itu tidak signifikan terhadap kesejahteraan,” pungkas Achmad.

Perlunya Peninjauan Ulang

Lebih lanjut, Achmad menambahkan bahwa jika Pemerintah memang ingin menaikkan subsidi listrik ini, maka diperlukan juga adanya pengarahan ulang pada kebijakan subsidi tersebut.

Dalam hal ini, dirinya juga menambahkan bahwa Pemerintah dapat mengalihkan sebagian subsidi menjadi investasi transisi energi terbarukan. 

Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan reformasi subsidi bertarget berbasis data DTKS dan data rekening listrik. Sebagai contoh, rumah tangga miskin dan rentan dengan daya 450VA dan 900VA pra bayar perlu tetap mendapatkan subsidi penuh. 

Selain itu, Pemerintah juga dapat memberikan bantuan langsung tunai (BLT) listrik bagi kelompok miskin sebagai kompensasi bila harga listrik disesuaikan. 

“Ke depan, reformasi subsidi listrik bukan sekadar kewajiban fiskal, melainkan keharusan moral negara untuk memastikan rakyat miskin dan rentan terlindungi dari ketidakpastian harga energi, sambil menata fiskal untuk pembangunan jangka panjang,” tutur Achmad.

Subsidi untuk Dongkrak Konsumsi Masyarakat

Sementara itu, sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa keputusan penambahan subsidi ini sendiri dilakukan untuk mendorong tingkat konsumsi masyarakat, serta untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional.

Khanif Lutfi
Penulis