fin.co.id - Pemerintah kembali menggeber Program Paket Ekonomi di semester II tahun 2025.
Langkah ini ditujukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi sekaligus membuka lebih banyak lapangan kerja.
Program yang diumumkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ini akan digulirkan hingga akhir 2025 dan awal 2026.
Berikut rangkuman 8 program utama yang diluncurkan pemerintah:
1. Magang Fresh Graduate
Program magang enam bulan (Oktober 2025–Maret 2026) bagi 20 ribu lulusan baru perguruan tinggi. Peserta mendapat uang saku setara Upah Minimum Provinsi (UMP).
2. PPh 21 Ditanggung Pemerintah untuk Sektor Pariwisata
Sebanyak 552 ribu pekerja pariwisata bergaji di bawah Rp10 juta/bulan mendapat diskon PPh 21 sebesar 100 persen selama Oktober–Desember 2025.
3. Bantuan Pangan
Selain beras 10 kg, pemerintah menambah bantuan 2 liter minyak goreng “Minyak Kita” untuk 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
Baca Juga
4. Diskon Iuran BPJS Ketenagakerjaan
Sebanyak 731 ribu pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) seperti ojol, kurir, dan sopir mendapat potongan iuran JKK dan JKM sebesar 50 persen selama 6 bulan.
5. Fasilitas Perumahan
Relaksasi Kredit Perumahan dengan bunga ringan (BI Rate +3 persen) untuk KPR/KPA. Target 1.050 unit rumah mulai 1 Oktober 2025.
6. Program Padat Karya Tunai
Pemerintah menyiapkan upah harian bagi 215 ribu pekerja dengan anggaran Rp 3,29 triliun.
7. Paket Akhir Tahun (Nataru)
Diskon PPN tiket pesawat, potongan 50 persen jasa transportasi tertentu, Harbolnas sepekan di Desember, serta promo ritel lainnya.
8. Percepatan Deregulasi
Penyelesaian aturan RDTR digital yang terintegrasi dengan sistem OSS. Berlaku mulai 5 Oktober 2025.
Selain 8 program tersebut, Airlangga juga memastikan beberapa insentif akan berlanjut hingga 2026, seperti:
• Perpanjangan diskon PPh 21 untuk pariwisata dan industri padat karya (tekstil, alas kaki, furnitur, dsb).
• PPN DTP properti hingga Rp2 miliar.
• Diskon iuran BPJS bagi pekerja BPU seperti petani, nelayan, pedagang, hingga buruh bangunan.
Ilustrasi: buruh saat keluar dari pabrik