Ekonomi

FSPPB Desak Menteri Keuangan Klarifikasi Soal ‘Bakar Kilang’, Reintegrasi Pertamina Jadi Tuntutan

news.fin.co.id - 01/10/2025, 17:55 WIB

Presiden FSPPB Arie Gumilar

fin.co.id — Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menegaskan sikap tegas terkait pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI DPR RI pada 30 September 2025. Dalam forum itu, Purbaya menyebutkan kalimat kontroversial: “yang ada beberapa kilang dibakar, kan.”

Bagi FSPPB, pernyataan tersebut bisa menimbulkan tafsir menyesatkan di tengah masyarakat. Kalimat itu seolah menggiring opini bahwa kebakaran kilang Pertamina terjadi karena faktor kesengajaan. Padahal, tanpa bukti konkret, tuduhan semacam itu bisa merugikan nama baik Pertamina sekaligus menurunkan kepercayaan publik terhadap tata kelola energi nasional.

Pernyataan yang Dinilai Menyesatkan

Presiden FSPPB Arie Gumilar menegaskan, ucapan pejabat negara di ruang publik membawa konsekuensi serius. Menurutnya, setiap pernyataan harus didukung fakta hukum dan hasil investigasi teknis yang dapat dipertanggungjawabkan. Tanpa itu, publik bisa menelan informasi mentah yang berisiko merusak kredibilitas perusahaan dan pekerja migas.

“Setiap pernyataan pejabat negara di ruang publik memiliki konsekuensi besar terhadap persepsi masyarakat dan kredibilitas institusi. Karena itu, FSPPB menekankan agar pernyataan tersebut diluruskan dengan penjelasan resmi yang berdasarkan fakta hukum dan investigasi teknis yang dapat dipertanggungjawabkan,” tegas Arie.

Ia menambahkan, bila tidak ada bukti faktual terkait kebakaran kilang yang disengaja, maka Menteri Keuangan perlu segera melakukan klarifikasi resmi. Hal ini penting demi menjaga marwah pekerja Pertamina, nama baik perusahaan, dan kepercayaan publik terhadap negara.

Tantangan Besar Pembangunan Kilang

FSPPB juga mengingatkan bahwa pembangunan maupun revitalisasi kilang, seperti proyek Refinery Development Master Plan (RDMP), merupakan pekerjaan strategis berskala besar. Menurut Arie, membangun kilang bukan sekadar urusan teknis, tetapi bagian dari pembangunan peradaban industri. Proses ini memerlukan investasi raksasa, dukungan lintas sektor, serta kesabaran dalam jangka panjang.

Ada sejumlah faktor yang memengaruhi keberhasilan pembangunan kilang. Pertama, konsistensi kebijakan politik dan ekonomi, termasuk kepastian regulasi serta stabilitas finansial. Kedua, faktor sosial budaya, seperti proses pembebasan lahan, penerimaan masyarakat, dan keselarasan dengan norma lokal. Ketiga, pemenuhan standar internasional terkait lingkungan dan keselamatan kerja (HSSE) yang sangat ketat. Terakhir, proses konstruksi yang sarat teknologi tinggi sekaligus berisiko tinggi sehingga tidak bisa dijalankan secara sembarangan.

Arie menilai, pernyataan yang menyederhanakan kompleksitas pembangunan kilang justru berisiko menyesatkan publik. Selain itu, hal tersebut berpotensi mereduksi kerja keras para pekerja dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan energi nasional.

Reintegrasi Pertamina Harga Mati

Dalam pernyataannya, FSPPB kembali menegaskan komitmen untuk mendorong reintegrasi Pertamina dari hulu hingga hilir. Hal ini termasuk mengembalikan fungsi Satuan Kerja Khusus Migas (SKK Migas) dan Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) ke dalam tubuh Pertamina di bawah kendali langsung Presiden RI.

FSPPB menilai langkah reintegrasi akan menghadirkan banyak manfaat strategis bagi bangsa. Pertama, mengurangi defisit neraca perdagangan dengan menekan impor migas. Kedua, memperkuat kedaulatan dan swasembada energi sesuai dengan visi Astacita Presiden RI. Ketiga, menciptakan tata kelola energi yang lebih efisien, terintegrasi, serta berpihak pada kepentingan nasional.

“FSPPB akan selalu berdiri di garda terdepan dalam membela martabat pekerja Pertamina dan menjaga kredibilitas perusahaan, sembari mendorong terciptanya sistem energi nasional yang berdaulat, transparan, dan berpihak kepada rakyat,” kata Arie menutup pernyataannya.

Menjaga Kredibilitas Energi Nasional

Pernyataan kontroversial Menteri Keuangan kini menjadi sorotan. FSPPB menilai klarifikasi harus segera dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman publik. Dalam situasi industri migas yang penuh tantangan, kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan energi BUMN sangat krusial.

Bagi FSPPB, reintegrasi Pertamina adalah solusi jangka panjang yang diyakini bisa memperkuat ketahanan energi nasional. Dengan sistem yang terintegrasi, risiko misinformasi dan salah tafsir di ruang publik dapat diminimalkan, sehingga arah kebijakan energi semakin jelas dan berpihak pada kepentingan bangsa. (*)

Sigit Nugroho
Penulis