fin.co.id – Polemik pengelolaan tambang di Bangka kembali mencuat. Kali ini, PT Putra Prima Mineral Mandiri (PPMM) menjadi sorotan setelah sebuah tongkang bermuatan ribuan ton material diduga zirkon ilegal meninggalkan Dermaga Selindung pada Kamis, 13 Maret 2025.
Sejumlah laporan media lokal menyebutkan bahwa material yang dikirim oleh PPMM bukan berasal dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan tersebut. Meski pihak PPMM menegaskan bahwa pengiriman tersebut legal dan sesuai regulasi, dugaan ini tetap memunculkan pertanyaan mengenai kepatuhan perusahaan terhadap aturan yang berlaku.
PPMM Klarifikasi: Bukan Pasir Timah, Melainkan Zirkon
Reggy, perwakilan PPMM, sebagaimana dikutip dari www.babelfaktual.com, mengonfirmasi bahwa muatan tongkang tersebut bukan pasir timah, melainkan zirkon milik perusahaan. Ia menegaskan bahwa seluruh proses pengiriman telah memenuhi prosedur dan regulasi yang ditetapkan.
Namun, Direktur Eksekutif Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky, meminta Kejaksaan Agung segera memanggil pimpinan PPMM, Kuncoro, untuk dimintai keterangan.
“Panggil pemilik PPMM ke Kejaksaan Agung! Masyarakat Bangka tahu bahwa perusahaan ini diduga mengirim zirkon yang bukan berasal dari wilayah IUP mereka,” tegas Uchok Sky, Sabtu, 15 Maret 2025.
Dugaan Pelanggaran Berulang oleh PPMM
CBA mengungkap bahwa praktik serupa bukan kali pertama dilakukan oleh PPMM. Pada April 2023, perusahaan ini diduga mengirim zirkon dengan kadar hanya 6%, jauh di bawah standar minimal 65% yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019.
Bahkan, ketika Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Satpol-PP Bangka Belitung melakukan pemeriksaan di gudang PPMM di Air Anyir, Kabupaten Bangka, mereka menghadapi hambatan dari petugas keamanan perusahaan yang tidak mengizinkan masuk tanpa izin direksi.
Baca Juga
Kuasa hukum PPMM saat itu menegaskan bahwa perusahaan beroperasi sesuai peraturan yang berlaku, termasuk memiliki IUP dan izin operasi produksi yang sah. Namun, muncul pertanyaan lain ketika pada Februari 2025, PPMM mendapatkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) terbaru, tetapi pada Maret 2025 sudah memproduksi ribuan ton hasil tambang.
Desakan Investigasi dan Penegakan Hukum
Uchok Sky menilai bahwa kondisi ini menunjukkan lemahnya pengawasan negara terhadap perusahaan tambang.
“Ini bukti bahwa negara kalah oleh satu perusahaan yang dipimpin Kuncoro,” ujarnya.
Dengan dugaan pelanggaran yang terus berulang, diharapkan pihak berwenang segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap aktivitas PPMM. Transparansi dan penegakan hukum yang ketat diperlukan untuk memastikan praktik pertambangan di Indonesia berjalan sesuai standar yang ditetapkan. (*)